Samiya, Adella Izzati
(2018)
Perlindungan hukum untuk merek terkenal asing terhadap barang dan/atau jasa yang terdaftar dalam kelas berbeda (studi kasus: kasus sephora) = Legal protection for foreign well-known marks for goods and/or services registered in different classes (case study of: sephora case).
Bachelor thesis, Universitas Pelita Harapan.
Full text not available from this repository.
Abstract
To achieve the realization of good social conditions, especially in the fields of industry and trade, the government built a national IPR Law, one of which is Trademark Law. However, trademark disputes are still frequently found, especially disputes regarding a well-known trademarks that is registered in different classes. In this thesis it will be analyzed in depth regarding the 2001 Trademark Law which provides protection for Well-known Trademarks in Indonesia and its implementation. The research method used is Normative Juridicial with a legislative approach and conceptual approach. The analysis in this thesis will be carried out in Legal Approach and Case Approach. In Article 6 paragraph (2) of the 2001 Trademark Law which provides protection for well-known trademarks registered in different classes, the absence of Government Regulations, causing a legal vacuum for the protection of well-known trademarks registered in different classes. And Article 69 (2) of the 2001 Trademark Law states that cancellation claims can be submitted with no time limit if the trademark is contrary with religious morality, decency, or public order. In its implementation it can also be applied to trademarks registered in bad faith, but this has not been clearly regulated in the 2001 Trademark Law. Furthermore, the substantive examination is carried out by the Directorate General of Intellectual Property Rights, (Dirjen HAKI), Dirjen Haki is the one who determine whether trademark registration is accepted or not accepted. However the Director General of Intellectual Property Rights still often accept the registration of trademarks that have similarities with well-known trademarks. The conclusion is that the regulations on well-known trademarks in Article 6 paragraph (2) and Artillce 69 paragraph (2) of the 2001 Trademark Law have not been in accordance with the regulations under the Paris Convention and the TRIPs Agreement. The Directorate General of Intellectual Property Rights, , is still not thorough in carrying out substantive examinations. The recommendation to resolve the problem is to revise the 2001 Trademark Law, Article 6 paragraph (2) and Article 69 paragraph (2) of the 2001 Trademark Law. Furthermore, the Directorate General of Intellectual Property Rights must be more careful in conducting substantive examinations and provide an intensive training program regarding a well-known trademarks to all trademark examiner within the Directorate General of Intellectual Property Rights. / Untuk mencapai realisasi kondisi sosial yang baik, khususnya dalam bidang industri dan perdagangan, pemerintah membangun Hukum HAKI nasional, salah satunya adalah Hukum Merek. Namun sengketa tentang Merek masih sering ditemukan, terutama perselisihan mengenai merek terkenal yang terdaftar dalam kelas yang berbeda. Merek terkenal harus dilindungi baik secara nasional maupun internasional. Dalam tesis ini akan dianalisa secara mendalam mengenai UU Merek 2001 yang memberikan perlindungan untuk Merek Terkenal di Indonesia dan pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif dengan pendekatan legislatif dan pendekatan konseptual. Analisis dalam tesis ini akan dilakukan penelitian terhadap undang – undang dan Penelitian dalam Kasus SEPHORA. Dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Merek 2001 yang memberikan perlindungan untuk merek terkenal yang terdaftar di kelas yang berbeda, Namun ketiadaan Peraturan Pemerintah memberikan kekosongan hukum untuk perlindungan merek terkenal dalam kelas yang berbeda. Dan Pasal 69 (2) Undangundang Merek 2001 menyatakan bahwa klaim pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika merek dagang bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum. Dalam pelaksanaannya juga dapat diterapkan untuk merek dagang yang didaftarkan dengan itikad buruk, tetapi hal ini belum diatur secara jelas dalam UU. Selanjutnya, Direktorat Jenderal HAKI, yang menentukan apakah pendaftaran merek dagang diterima atau tidak diterima. Namun Dirjen HAKI masih sering memberikan perlindungan terhadap pendaftaran merek yang memiliki kesamaan dengan merek terkenal. Kesimpulannya adalah bahwa Peraturan tentang merek dagang terkenal dalam Pasal 6 ayat (2) dan Artilce 69 ayat (2) UU Merek 2001 belum sesuai dengan peraturan di bawah Konvensi Paris dan Perjanjian TRIPs. Direktorat Jenderal HAKI masih belum teliti dalam melaksanakan pemeriksaan substantif. Rekomendasi untuk menyelesaikan masalah tersbur adalah untuk merevisi UU Merek 2001, Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 69 ayat (2) UU Merek 2001. Selanjutnya, untuk mengurangi jumlah perselisihan yang tinggi, Direktorat Jenderal HAKI harus lebih berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan substantif dan menyediakan program pelatihan intensif tentang merek dagang terkenal yang diberikan kepada semua pemeriksa merek di dalam Direktorat Jenderal HAKI.
Actions (login required)
 |
View Item |
