Penetapan pengadilan terhadap akta perjanjian perkawinan yang dibuat secara otentik pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 69/PUU-XIII/2015 (studi kasus penetapan no.80/Pdt.P/2020/PN.Ptk) = Court's stipulation over postnuptial agreement as an authentic deed after the decision of the Constitutional Court number 69/PUU-XIII/2015 (case study of court ruling no.80/Pdt.P/2020/PN.Ptk)

Mulia, Jessica (2021) Penetapan pengadilan terhadap akta perjanjian perkawinan yang dibuat secara otentik pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 69/PUU-XIII/2015 (studi kasus penetapan no.80/Pdt.P/2020/PN.Ptk) = Court's stipulation over postnuptial agreement as an authentic deed after the decision of the Constitutional Court number 69/PUU-XIII/2015 (case study of court ruling no.80/Pdt.P/2020/PN.Ptk). Masters thesis, Universitas Pelita Harapan.

	Text (title) ilovepdf_merged (22).pdf Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (1MB)
Preview	Text (Abstract) Abstract.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (375kB) | Preview
Preview	Text (ToC) ToC.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (514kB) | Preview
Preview	Text (Chapter1) Chapter1.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (1MB) | Preview
	Text (Chapter2) Chapter2.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (3MB)
	Text (Chapter3) Chapter3.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (891kB)
	Text (Chapter4) Chapter4.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (3MB)
	Text (Chapter5) Chapter5.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (258kB)
Preview	Text (Bibliography) Bibliography.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (768kB) | Preview

Abstract

Perkawinan memiliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Perkawinan bukanlah semata-mata sebagai sakramen melainkan perjanjian yang dibuat kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan. Karena merupakan sebuah perjanjian, perkawinan menimbulkan akibat hukum yaitu salah satunya persatuan harta. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perjanjian perkawinan dibuat sebelum atau pada saat perkawinan untuh mencegah persatuan harta. Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU- XIII/2015, perjanjian perkawinan dapat dibuat setelah perkawinan berlangsung. Namun penulis menemukan pada praktiknya seringkali Notaris dan Pegawai Catatan Sipil masih meminta penetapan pengadilan atas perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung. Adapun yang akan dibahas oleh penulis yaitu 1) Pengaturan perundang-undangan tentang penetapan pengadilan terhadap perjanjian perkawinan yang dibuat secara otentik pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015, dan 2) Kekuatan mengikat perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung sebagai akta otentik apabila tidak ditetapkan penetapan pengadilan serta akibat hukumnya terhadap pihak ketiga. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) diperkuat dengan pendekatan kasus (case approach), data-data dalam penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil wawancara dengan beberapa Notaris. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada suatu keharusan untuk membuat penetapan pengadilan terhadap perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung. Kekuatan mengikat perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung sebagai akta otentik juga tidak bergantung kepada penetapan pengadilan. Sepanjang perjanjian itu dibuat di hadapan Notaris dan dicatatkan di pegawai pencatat perkawinan maka perjanjian itu memiliki kekuatan mengikat kepada para pihak yang membuatnya dan pihak ketiga. / Marriage holds a strategic role in human life. Marriage is carried out not solely as a sacrament but also as an agreement made by a husband and wife. Because it is an agreement, legal consequences arise as a result, such as the unities of property. To prevent the unities of property, Law No. 1 of 1974 states that a prenuptial agreement is made before or at the time of marriage. After the Constitutional Court Decision No. 69/PUU- XIII/2015, a prenuptial agreement can be made after marriage has taken place, namely a postnuptial agreement. However, the author finds that in practice, notaries and civil servants still ask for the court’s stipulations over a postnuptial agreement. In this thesis, the author will discuss; 1) The regulation of the law regarding court’s stipulation over postnuptial agreement that was made authentically after the Decision of the Constitutional Court no. 69/PUU-XIII/2015, and 2) The binding power of a postnuptial agreement as an authentic deed with the absence of court’s stipulation and its legal consequences to third parties. This study uses a combination of statute approach and case approach, and the data in this study were obtained from a literature study and the results of interviews with several notaries. The results of the study stated that there is no obligation given by the regulation of the law to obtain court’s stipulation over postnuptial agreement. The binding power of a postnuptial agreement as an authentic deed is also not determined by a court’s stipulation. If a postnuptial agreement is made before a notary and registered with the marriage registrar, the agreement has binding power to the parties who made it and third parties involved.

Actions (login required)

View Item