Aspek kepastian hukum dalam pengesahan perjanjian internasional setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 13/puu-xvi/2018

Holiyanto, Rich (2022) Aspek kepastian hukum dalam pengesahan perjanjian internasional setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 13/puu-xvi/2018. Masters thesis, Universitas Pelita Harapan.

Preview	Text (Title) CT_01659200032_RICH HOLIYANTO.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (26kB) | Preview
Preview	Text (Abstract) Abstract.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (232kB) | Preview
Preview	Text (ToC) ToC.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (184kB) | Preview
Preview	Text (Chapter1) Chapter1.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (405kB) | Preview
	Text (Chapter2) Chapter2.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (476kB)
	Text (Chapter3) Chapter3.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (294kB)
	Text (Chapter4) Chapter4.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (461kB)
	Text (Chapter5) Chapter5.pdf Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (202kB)
Preview	Text (Bibliography) Bibliography.pdf Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (227kB) | Preview
	Text (Appendices) Appendices_watermark.pdf Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (1MB)

Abstract

Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga sebagai negara hukum, kepastian hukum merupakan salah satu ciri perkembangan hukum di Indonesia, termasuk hubungan luar negeri Indonesia dengan negara lain. Pembuatan setiap hubungan luar negeri, termasuk proses pembuatan perjanjian dilakukan oleh pemerintah atau lembaga eksekutif, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah (eksekutif) untuk dapat menyatakan perang, mengadakan perdamaian, dan perjanjian. (perjanjian) dengan negara lain, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR (legislatif). Demikian pula proses pembuatan perjanjian internasional diberikan kepada pemerintah dengan persetujuan DPR. Bahwa pada tahun 2018, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU 24 Tahun 2000 yang diajukan oleh sekelompok orang yang dirugikan oleh perjanjian yang tidak disetujui DPR. Para pemohon mendalilkan pengesahan perjanjian dengan menggunakan Peraturan Presiden bertentangan dengan konstitusi, karena tidak adanya partisipasi dan persetujuan DPR. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa Pasal 10 UU 24 Tahun 2000 adalah konstitusional dan menghapus enam jenis perjanjian yang harus disahkan dengan undang-undang, dan menyatakan bahwa persetujuan DPR tidak boleh diberikan dengan undang-undang pengesahan, tetapi dapat dilakukan. dalam konsultasi dengan pemerintah. Akibatnya, terjadi ketidakpastian hukum akibat tidak adanya kriteria yang jelas tentang kesepakatan mana yang harus disahkan dengan undang-undang atau Peraturan Presiden, di mana konsultasi antara DPR dan Pemerintah harus dilakukan sementara tidak ada kriteria yang jelas yang mendasari kesepakatan tersebut. konsultasi. - penjabaran yang ingin penulis kembangkan dalam Tesis ini./Indonesia is a legal state (rechtstaat) as mandated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, so that as a legal state, legal certainty is one of the characteristics of legal development in Indonesia, including Indonesia's foreign relations with other countries. The making of any foreign relations, including the treaty making process is carried out by the government or the executive branch, as mandated by the 1945 Constitution, whose gives the government (executive) the authority to be able to declare war, make peace and agreements (treaty) with other countries, with the approval of the House of Representatives or DPR (legislative). Likewise, the process of making international treaties is given to the government within the approval of the DPR. By the end of 2018, the Constitutional Court partially granted the petition for judicial review of Law 24 of 2000 made by a group of people who are disadvantaged by treaties that not approved by the DPR. The petitioners argued that the ratification of treaties using the Presidential Regulation is Contrary to the constitution, because the absence of DPR's participation and approval. In its decision, the Constitutional Court constituted that Article 10 of Law 24 of 2000 is constitutional and removed the six types of treaties that must be ratified by law, and states that DPR approval must not be given by a ratification law, but can be done in a consultation with the government. As a result, there is legal uncertainty as a result of the absence of clear criteria of which agreements must be ratified by law or Presidential Regulation, where consultation between the DPR and the Government must be carried out while there are no clear criteria to base the consultation. - an elaboration of which the Author seeks to expand in this Thesis.

Actions (login required)

View Item