Movie play roles in constructing the reality which happened in our community. One of theme often raised in the films are women. Generally, women are portrayed as oppressed the under pressure of the patriarchal, especially in a marriage relationship. However, two Indonesian movies, titled Demi Ucok and Kapan Kawin shows figures of women which generally being judge as a bad personality by public. Both movies raised theme about late married women who have to face numerous conflicts with their environment. This study was conducted to determine the representation of women in marriage which described by both movies, also the differences which related to cultural background. The author uses qualitative-interpretive approach which dissected through the method of semiotic Roland Barthes. The results showed that women in marriage often portrayed as a sensitive figured when we asked them about marriage. Indeed, they also have the desire to get married, but they got hesitated because there are a lot of things to be considered, both in terms of her external and internal. One thing to be consider is her desire to achieve in accordance with the job of her dreams. Right now, women are more smarter and they have an ambition to work and perform as good as men. However, the attitude which depicted in these movies can’t be generalized, we need to remember there was cultural differences which underlying each individual attitude in dealing with those problems, especially marriage. / Film memainkan peranan dalam mengkonstruksi realitas yang terjadi di masyarakat. Salah satu tema yang sering diangkat dalam film adalah perempuan. Umumnya, perempuan digambarkan sebagai kaum tertindas dibawah tekanan kaum patriarkis terutama dalam hubungan pernikahan. Namun, dua film Indonesia berjudul Demi Ucok dan Kapan Kawin muncul dengan menampilkan sosok perempuan yang pada umumnya dinilai tidak baik oleh masyarakat. Kedua film tersebut mengangkat tema tentang perempuan telat menikah yang harus menghadapi berbagai konflik dengan lingkungannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna perempuan dalam pernikahan yang digambarkan oleh kedua film tersebut serta perbedaan terkait latarbelakang budayanya. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif-interpretif yang dibedah melalui metode semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dalam pernikahan sering kali digambarkan sebagai sosok yang sensitif ketika disinggung soal pernikahan. Sesungguhnya, mereka juga memiliki keinginan untuk menikah, tetapi bimbang karena banyak hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi eksternal maupun internal dalam dirinya. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah keinginan untuk meraih pekerjaan sesuai dengan yang diimpikannya. Perempuan kini sudah semakin cerdas dan memiliki ambisi untuk bekerja serta berprestasi setara dengan kaum laki-laki. Namun, sikap yang digambarkan dalam film-film ini tidak dapat digeneralisasikan, mengingat ada perbedaan budaya yang melatarbelakangi sikap setiap individu dalam menghadapi persoalan, khususnya pernikahan.