Penerapan calistung bagi anak usia 5-6 tahun jenjang pendidikan TK menjadi fenomena yang terjadi sekarang ini. Pada keadaan ideal, mereka seharusnya tidak mendapatkan pengajaran calistung. Hal ini didasarkan pada kebutuhan perkembangan kognitif dan karakteristik anak. Kognitif anak usia 5-6 tahun berada pada fase pra-operasional. Sedangkan karakteristiknya, mereka menyukai kegiatan yang menyenangkan untuk menyalurkan energi yang banyak seperti bermain. Menanggapi fenomena dan keadaan ideal, maka penulis menyampaikan sarannya bahwa penerapan calistung tetap dapat diterapkan bagi anak usia 5-6 tahun dengan menyesuaikan kebutuhan kognitif dan karakteristik anak melalui pemberian stimulus. Sehingga, tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk stimulus motorik halus dan motorik kasar siswa belajar keaksaraan calistung dengan metode penulisan menggunakan kualitatif deskriptif. Sehubungan dengan peran guru Kristen sebagai fasilitator siswa yang memandang siswa sebagai Imago Dei, maka tugas dan tanggungjawabnya adalah untuk mengintegrasikan pembelajaran sesuai WKA dan menyediakan lingkungan belajar sesuai kebutuhan anak melalui pemberian stimulus pada motorik siswa yang saling berkaitan dengan perkembangan kognitifnya. Saran bagi para guru adalah agar mengkreasikan pembelajaran dalam bentuk permainan edukatif, metode demonstrasi dan integrasi pembelajaran dengan nilai Alkitabiah. Sedangkan bagi para orangtua, jangan menuntut hanya pada intelektual anak. Akan tetapi, berikan kesempatan kepada anak untuk berkembang secara holistik dengan optimal.