Meskipun merupakan minoritas, keberadaan dan eksistensi etnis Tionghoa terkait erat dengan etnis Indonesia mayoritas. Tak hanya saat gemilang, sejarah juga mencatat saat kelam dari hubungan antar etnis Tionghoa dan etnis pribumi, seperti diskriminasi rasial yang telah terjadi yang berakibat pada prasangka antaretnis dan hambatan untuk memenuhi ideologi bangsa Bhinneka Tunggal Ika. Sejarah tersebut akan diwariskan dari generasi ke generasi, beserta stereotip, perasaan sentimental hingga berujung pada etnosentrisme yang menjadi hambatan untuk adanya kemungkinan hubungan yang lebih intim yang diwujudkan dengan etnis Tionghoa akan melarang perempuan untuk menikah dengan etnis Indonesia oleh karena asas asumsi masa lalu. Penelitian ini bertujuan menganalisa persepsi perempuan Tionghoa terhadap perkawinan interetnis. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan spesifikasi studi fenomenologi dan pengumpulan data secara interview mendalam kepada dua perempuan Tionghoa yang telah menikah dengan laki-laki etnis Indonesia serta kepada seorang pengamat kebudayaan Tionghoa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengalaman hidup berpengaruh pada pembentukkan persepsi perempuan Tionghoa yang melihat pernikahan interetnis sebagai hanya suatu bagian dari tradisi budaya, pelanggaran HAM, usaha untuk lari dari keadaan, dan tidak dapat dihindarkan karena bersangkutan dengan perasaan personal tiap individu. / Even though Chinese Indonesian ethnicity is a minority group its significance and dynamic roles are intensively interconnected with the majority of native Indonesian. There was heyday as well as serious polemics as discrimination riots engraved intense prejudice and unwillingness between both groups to be united as what Indonesia’s ultimate ideology, Bhinneka Tunggal Ika. Partial judgment and ethnocentrism feeling from Chinese Indonesian group can be passed over the generation creates prejudice and affects possibility of more intimate relationship in future in this case interethnic marriage with native Indonesian. This study is intended to examine the perception of Chinese Indonesian woman towards interethnic marriage. Methodology of research applied is qualitative approach specifically phenomenology method by conducting in-depth interview to two women of Chinese Indonesian ethnicity who have been married with native Indonesian men, as key and an expert in Chinese Indonesian culture. The research findings show that frame of reference and life background affect the perception shaped of Chinese Indonesian woman which indicates that interethnic marriage is merely an expected behavior from a cultural tradition, violation of human rights, rebellion from situation, and inevitable due to its involvement to personal feelings.