Di luar perdebatan relevan atau tidaknya dikotomi musik sidestream dan mainstream, awal tahun 2000-an diklaim—oleh berbagai pihak—sebagai salah satu periode terpenting bagi industri musik tanah air. Mengesampingkan kapital, terlebih eksposur media berskala nasional; skena musik bawah tanah tumbuh subur menggeliat. Apabila harus menarik garis apa yang mereka tawarkan, satu yang pasti adalah kenaifan. Naif artinya jujur. Jujur dalam melampiaskan hasrat, juga jujur dalam meluapkan emosi. Keriaan skena musik bawah tanah periode 2000-an ini dirasa—label rekaman—Aksara Records perlu untuk didokumentasikan. Atas dasar itu, terlahirlah Album Musik Kompilasi JKT:SKRG (2004). Sebuah bar kecil di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, bernama BB's (Blues Bar) menjadi titik awal. Grup musik dari berbagai latar belakang dengan riang berkumpul dan memainkan bermacam jenis musik. Gambaran umum tentang jarak antara penampil dan penonton seketika diruntuhkan. Di BB's, sama seperti keriangan, panggung juga milik semua yang datang. Instalasi 'Merayakan JKT SKRG' (nama proyek insalasi) adalah bentuk visualisasi Album Musik Kompilasi JKT:SKRG. Sebagai upaya merayakan ulang album yang disebut berperan besar sebagai pembuka gerbang lebih banyak jenis musik di Indonesia. Visualisasi menjadi siasat untuk membuka kembali kapsul waktu yang telah ditanamkan Aksara Records 17 tahun silam dan melihat relevansinya dengan kondisi hari ini. Karena nyatanya, JKT:SKRG bukan sekadar album musik, lebih dari itu: representasi realitas yang sejujur-jujurnya. Gambaran yang sehari-hari kita lihat di sekitaran ibu kota. Potret kehidupan masyarakat urban kelas menengah kota metropolitan, berikut segala perkaranya yang tak kunjung usai.