Sesuai tahap perkembangannya, dengan mengikuti beberapa tahun perkuliahan, pengalaman bekerja, serta membina hubungan yang lebih serius, emerging adults seharusnya telah memenuhi tugas perkembangannya, yaitu memiliki status pencapaian identitas diri yang stabil dan memiliki hubungan yang intim dengan orang lain. Namun masih banyak dijumpai emerging adults yang terlibat dengan perilaku berisiko. Hal ini dapat disebabkan oleh krisis identitas yang belum teratasi secara positif. Salah satu faktor yang membentuk identitas diri seseorang adalah lingkungan keluarga, seperti tingkat identifikasi dengan orangtua sebelum dan selama masa remaja. Peneliti meneliti faktor ini melalui persepsi keterlibatan ayah yang dimiliki emerging adults sepanjang hidupnya. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara persepsi keterlibatan ayah dengan status pencapaian identitas diri pada emerging adults. Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan kuesioner dan teknik purposive sampling untuk mengumpulkan data. Peneliti mengambil data dari 203 responden emerging adults dengan mengadaptasi dua alat ukur, yaitu the Father Involvement Scale (FIS) untuk mengukur persepsi keterlibatan ayah dan the Extended Version of the Objective Measure of Ego Identity Status (EOMEIS-2) untuk mengukur status identitas diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi keterlibatan ayah berhubungan secara signifikan, tetapi negatif dan lemah dengan status pencapaian identitas diri emerging adults (p = 0.003, r = -.196).