Risiko pasar diukur dengan menggunakan dua parameter, yakni perubahan suku bunga dan nilai tukar. Manajemen risiko pasar yang digerakkan oleh perubahan suku bunga merupakan isu yang terus berkembang karena bisnis bank didominasi oleh pengelolaan suku bunga sebagai konsekuensi peran intermediasinya. Pengukuran risiko suku bunga adalah titik awal dari proses manajemen risiko pasar dan penulis melakukan pengukuran risiko ini dengan memilih model analisa repricing gap. Penggunaan model ini dilakukan terhadap beberapa bank nasional termasuk satu bank pemerintah untuk mendapatkan gambaran mengenai pengelolaan risiko suku bunga pada bank-bank di Indonesia. Indikator perubahan suku bunga yang dijadikan acuan adalah perubahan suku bunga SBI. Hasil pengukuran dengan menggunakan model ini menunjukkan bahwa hampir semua bank (13 dari 15 bank) memiliki repricing gap negatif bahkan ada yang mencapai Rp. 59 triliun (PT. BCA, Tbk) selama tahun 2000,2001 dan 2002. Kondisi ini mengindikasikan kontribusi positif pada pendapatan bunga bersih dalam keadaan suku bunga turun (suku bunga SBI tahun 2002-sekarang) tapi dalam keadaan suku bunga naik (suku bunga SBI tahun 2000-2001) kondisi tersebut mengakibatkan penurunan pendapatan bunga bersih. Dengan memperhatikan tren penurunan suku bunga SBI di tahun 2003, bank-bank di Indonesia tidak akan mengalami penurunan pendapatan bunga bersih dengan kondisi repricing gap negatif di akhir tahun 2002. Penggunaan model ini dapat memberikan gambaran awal mengenai kondisi pengelolaan risiko suku bunga pada bank-bank tapi model ini tetap memiliki keterbatasan-keterbatasan seperti pemakaian satu suku bunga saja dan tidak dimasukkannya unsur transaksi derivatif yang bersifat off balance sheet item. Pengukuran risiko suku bunga dapat menjadi dasar penetapan kebijakan pricing suku bunga serta pengaturan komposisi aset dan kewajiban suatu bank.