Keamanan terhadap data pribadi merupakan hak setiap orang. Dengan perkembangan teknologi, data-data berupa digital semakin diperlukan untuk berbagai proses seperti pembuatan akun social media, akun aplikasi belanja, e-ktp, dan berbagai hal lainnya. Disebut di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 28G ayat (1) bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas jasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Namun, dengan kekurangannya dalam adanya hukum mengenai perlindungan data pribadi yang terintegrasi maka kasus-kasus mengenai adanya pembobolan dan pembocoran data masih sering terjadi. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik (PDPSE) merupakan undang-undang terbaru yang meregulasi mengenai perlindungan data pribadi yang ditujukan hanya kepada Electronic System Provider. Akan tetapi, hukum ini pun belum cukup jika dibandingkan dengan regulasi data proteksi yang diterapkan di European Union (EU) yaitu General Data Protection Rights atau disebut juga dengan GDPR dimana akuntabilitas regulasi ini ditujukan kepada setiap penduduk yang berada di EU. Oleh sebab itu, diperlukan nya regulasi yang memenuhi standar regulasi seperti GDPR. Studi ini menggunakan metode normative-empiris dengan mempelajari international treaties seperti Universal Declaration of Human Rights, International Covenant Commission of Political Rights dan General Data Protection Regulation dan membandingkan nya dengan hukum di Indonesia mengenai data proteksi yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republic Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.