Since the enactment of Law No. 4 of knowledge 1996 on Mortgage of Land and Their Bodies Relating to Land (State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3632, hereinafter referred to as "UUHT") on 9 April 1996 to provide legal protection for creditors or right holder assurance through encumbrance as establishment guarantees for land and objects related thereto, there have been several cases of land underwriting occurs. For that we need research on legal protection for banks or lenders as security rights holders as well as the analysis of the implementation arrangements normative granting security rights. In this study, data collection is done by using a normative juridical approach to the legislation in particular on UUHT and also examined the case. From these results, it can be concluded that the birth of a security interest only after the deed granting a security interest is registered to the land office so that the holder of a security interest has preferential rights, but if the process of granting a security interest is not carried out in accordance with the legislation in force, the imposition encumbrance become legally flawed and position holders encumbrance become equal with other creditors and no longer have the right prefent on such land and the objects related to it. / Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 tahuan 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632, selanjutnya disebut “UUHT”) pada tanggal 9 April 1996 untuk memberikan perlindungan hukum bagi kreditur atau pemegang hak jaminan melalui hak tanggungan sebagai lembagai penjaminan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengannya, telah terdapat beberapa kasus mengenai penjaminan tanah terjadi. Untuk itu diperlukan penelitian mengenai perlindungan hukum bagi bank atau kreditur sebagai pemegang hak tanggungan serta analisis yuridis normatif atas implementasi pengaturan pemberian hak tanggungan. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif pada peraturan perundang-undangan khususnya pada UUHT dan juga menelaah kasus. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelahiran hak tanggungan baru terjadi setelah akta pemberian hak tanggungan tersebut didaftarkan ke kantor pertanahan sehingga pemegang hak tanggungan mempunyai hak preferen, namun apabila proses pemberian hak tanggungan tersebut tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku maka pembebanan hak tanggungan menjadi cacat hukum dan kedudukan pemegang hak tanggungan menjadi sama dengan kreditur-kreditur lain dan tidak lagi mempunyai hak prefen atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengannya.