Seiring dengan berkembangnya zaman, perkembangan konsep bisnis semakin berkembang. Salah satunya adalah sistem waralaba.Waralaba adalah salah satu bisnis yang saat ini telah menjadi pusat perhatian sebagai perkembangan bentuk usaha. Dalam bisnis franchise terdapat dua pihak didalamnya yaitu Franchisor adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Sedangkan franchisee adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki franchisor. Terkait dengan hal ini, maka yang menggunakan sistem waralaba merupakan usaha yang telah teruji dan telah sukses dibidang-bidangnya, sehingga dapat “menjamin“ menghadirkan keuntungan. Oleh sebab itu yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan yang mengatur bisnis franchise di Indonesia, untuk mengetahui kontruksi hukum perjanjian franchise, dan untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian yang dilakukan oleh Cucisepatu Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan jenis penelitian normatif dan hukum empiris, sumber data dengan data primer dan data sekunder, dan metode pendekatan bahan penelitian menggunakan yuridis normatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan dimana Ketentuan yang mengatur mengenai Bisnis Franchise di Indonesia merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan MenteriNo.31/M�DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Kontruksi hukum perjanjian franchise yaitu adanya research atau menemukan informasi data mengenai bentuk dan jenis franchise, tipe franchise, kedudukan para pihak dalam perjanjian, proses pendaftaran bisnis franchise, dan bagaimana peran pemerintah dalam mendukung atau menjalankan bisnis franchise di Indonesia. Sistem perjanjian franchise Cucisepatu mengacu pada pasal 1338 dan 1320 KUHPerdata, dengan asas kebebasan berkontrak. Namun pelaksanaan perjanjian Cucisepatu Medan isi perjanjiannya berat sebelah sehingga dapat merugikan pihak lain.