Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, sistem pemerintahan Indonesia idealnya berfungsi dari, oleh, dan untuk rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Abraham Lincoln. Namun, pada kenyataannya, Dewan Perwakilan Rakyat yang harusnya menjadi salah satu lembaga yang paling merepresentasikan rakyat Indonesia dalam membentuk produk legislasi, masih saja didominasi oleh laki-laki. Hal ini dikarenakan budaya patriarki yang pekat dan juga undang-undang yang kurang belum berhasil meningkatkan partisipasi perempuan pada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, skripsi ini akan melihat efektivitas dari perlindungan perempuan yang diberikan oleh berbagai peraturan perundang-undangan dan juga akan menjabarkan dampak dari rendahnya partisipasi perempuan terhadap kualitas dan sensitivitas undang-undang yang disahkan oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Skripsi ini juga akan menilai urgensi dan manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan peraturan yang mewujudkan tindakan afirmatif yang dapat menghasilkan peningkatan dalam angka partisipasi perempuan. Penelitian dalam skripsi ini berkaca pada Rwanda dengan melakukan studi lintas yurisdiksi terhadap peraturan yang mengamanatkan partisipasi perempuan dan dampaknya terhadap bangsa tersebut. Skripsi ini menggunakan penelitian normatif-empiris serta mengambil pendekatan hukum, konseptual dan komparatif. Materi yang dijadikan acuan dalam skripsi ini antara lain adalah wawancara yang dilakukan dengan tokoh-tokoh relevan, analisis hukum dan studi banding. Melalui sumber-sumber tersebut di atas, skripsi ini dapat menyimpulkan bahwa peraturan yang berlaku di Indonesia masih perlu diperbaiki, dan dibutuhkan penambahan peraturan aksi afirmatif dalam bentuk sistem reservation of seats sebagaimana yang telah diterapkan oleh Rwanda demi menuai manfaat penuh dari partisipasi yang setara.