Pemilikan rumah di Indonesia mengalami backlog antara supply and demand, sehingga pemerintah dan perusahaan sama-sama usaha mengatasi backlog 11,4 juta keluarga pada tahun 2015. Berkat perhatian yang diberikan oleh program One Million Home memilik Jokowi, individu dan perusahaan berlomba satu sama lain untuk memiliki properti dan menjualnya kepada calon pembeli rumah, dan dengan demikian, penawaran dan permintaan real estat terus meningkat. Karena kenaikan ini, perusahaan mulai menjadi inovatif dengan rencana bisnis mereka dengan pembeli mereka. Dari sini, berbagai kontrak dan perjanjian perumahan berkembang di masyarakat Indonesia, biasanya untuk membuat innovasi bisnis. Sebuah sistem tertentu yang telah diadopsi oleh perusahaan-perusahaan tertentu untuk mendapatkan keuntungan, adalah kontrak rent-to-own. Kontrak rent-to-own adalah sistem inovatif dan menguntungkan karena perbedaan kemampuan ekonomi di Indonesia yang beragam antara satu sama lain, kontrak ini akan berfungsi sebagai hibrida antara sewa dan pembelian rumah dan menjadi opsi ketiga dari dua opsi tersebut. Terlepas dari manfaat kontrak yang berpotensi mengembangkan strategi atau kepemilikan rumah bagi masyarakat Indonesia. Namun, bila dipraktekkan dengan niat buruk, berpotensi menyebabkan transaksi yang tidak adil dan sewenang-wenang dari penjual, dimana penjual memiliki pengetahuan yang lebih tentang sistem rent-to-own. Ini dapat menjadi permasalah hukum bagi pengadilan dan pemerintah ketika kontrak semacam itu muncul. Melihat hal ini akan menjadi penting untuk Indonesia untuk memilik karakterisasi kontrak semacam rent-to-own. Skripsi ini membahas tentang karakteristik kontrak rent-to-own di Amerika Serikat dan membahas apakah Indonesia dapat, secara hukum, mengadopsi kontrak rent-to-own dalam tata hukum Indonesia.