The recognition of Indonesian Batik as UNESCO's Intangible Cultural Heritage on October 2, 2009, makes batik an essential asset in conducting Indonesian diplomacy. Batik is the main asset in promoting soft power to achieve the interests of the state, both in foreign policy and the national economy. Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia officially applies Batik Diplomacy as Indonesia's diplomacy to introduce batik globally in terms of diplomacy and foreign policy. As if the business window was wide open after the stipulation of batik diplomacy, batik is now a market leader in the Indonesian economy. This research aims to explain what batik diplomacy is and how it can contribute to Indonesia's economy. Theories and concepts used in this research include Neoliberalism Theory, combined with the concepts of Soft Power, Public Diplomacy, and Interdependence. This research is qualitative research that will convey the research results through a descriptive method. This research indicates the roles of state and non-state actors in promoting batik diplomacy under three public diplomacy approaches: Informing, Understanding, and Influencing. Through these three approaches, it can be seen the contribution of batik diplomacy in creating an element of interdependence between Indonesia and other countries, which causes an increase in the country's foreign exchange and export value due to the high interest in batik abroad./ Diakuinya Batik Indonesia sebagai Warisan Tak Benda UNESCO pada 2 Oktober 2009 menjadikan batik sebagai salah satu alat penting dalam melakukan diplomasi Indonesia. Batik merupakan aset utama dalam mengedepankan kekuatan lunak guna mencapai kepentingan negara baik itu dalam politik luar negeri, maupun perkonomian nasional. Dalam hal diplomasi dan politik luar negeri, Kementerian Luar Negeri Indonesia resmi mengaplikasikan Diplomasi Batik sebagai diplomasi utama Indonesia untuk memperkenalkan batik secara global. Seolah jendela bisnis terbuka lebar setelah ditetapkannya Diplomasi Batik, batik kini menjadi market leader dalam perekonomian Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan apa itu Diplomasi Batik hingga bagaimana Diplomasi Batik dapat berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: teori Neoliberalisme, yang dipadukan dengan konsep Kekuatan Lunak, Diplomasi Publik, dan konsep Saling Ketergantungan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang akan menyampaikan hasil dari penelitian melalui metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan peran-peran aktor negara dan individual dalam mempromosikan Diplomasi Batik melalui tiga pendekatan diplomasi publik, yaitu: Informing, Understanding, dan Influencing. Melalui tiga pendekatan ini, dapat dilihat kontribusi diplomasi batik dalam menciptakan elemen saling ketergantungan antara Indonesia dengan negara lain yang menyebabkan kenaikan devisa negara serta nilai ekspor sebab tingginya peminat batik di mancanegara.