Berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat, dan ilmu pengetahuan, semakin berkembang pula tatanan dan sistem bisnis, salah satunya bisnis Waralaba. Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) yang dikenal sebagai Sekolah Tinggi Manajemen PPM sebagai padanan kata Franchise.Dalam konteks bisnis, Franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba bahwa Waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Berkaitan dengan adanya Kasus sengketa terkait Perjanjian Waralaba antara CV Ayu Elita Estetika dan PT Elty Aesthetica Internasional sebagaimana termuat dalam Putusan No.2707 K/Pdt/2019 jo. Putusan No.04/Pdt/2019/PT TJK jo.Putusan No.84/Pdt.G/2018/PN Tjk menjadi bahan penelitian penulis dengan menggunakan metode penelitian Kajian Yuridis Normatif yang didukung oleh Kajian Yuridis Empiris serta menggunakan Pendekatan Studi Kasus dan Peraturan Perundang-undangan untuk mengkaji legalitas Akta Notariil Perjanjian Waralaba menurut Hukum Indonesia dan pelaksanaan kewenangan Notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Waralaba berdasarkan Studi Kasus Perkara No. 84/PDT.G/2018/PN.TJK tersebut.Berdasarkan kasus ini, pelaksanaan kewenangan Notaris tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia.