Character Merchandising adalah metode pemasaran dimana kemiripan karakter- karakter terkenal, baik fiksi maupun lainnya, digunakan pada barang dan jasa dengan tujuan untuk menarik minat dan perhatian para pelanggan pada karakter- karakter tersebut. Meskipun metode ini tidak secara eksplisit tercakup dalam undang-undang hak cipta Indonesia maupun Amerika Serikat, hal itu sendiri dilindungi hak cipta karena karakter fiksi merupakan karya seni yang dibuat dalam bentuk berwujud, yang merupakan persyaratan wajib yang harus dipenuhi untuk dilindungi oleh hak cipta di kedua Negara ini. Kedua negara memiliki perlindungan masing-masing dalam bentuk hak eksklusif, yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi, yang jika dilanggar akan dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Masalah yang dihadapi, terletak pada bagaimana Indonesia tidak memiliki undang-undang untuk melindungi karakter fiksi ketika digambarkan di luar karya asli mereka, yang kebetulan merupakan kejadian yang sangat umum di Indonesia dan cukup berakar dalam budayanya. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya substansi hukum tentang hal-hal yang berkaitan dengan karakter fiksi, serta kurangnya penegakan hukum di Indonesia. Sedangkan, Amerika Serikat menggunakan tes-tes orisinalitas standar, yang paling populer Well-Delineated Test dan Story Being Told Test. Tes-tes ini digunakan untuk menentukan ciri khas dan kreativitas, yang merupakan konsep- konsep penting yang sangat kurang dalam undang-undang hak cipta Indonesia. Tes-tes ini juga terbukti bermanfaat dalam prosedur Character Merchandising karena merupakan perlindungan tambahan lainnya untuk karakter-karakter yang ditampilkan.