Memiliki anak setelah menikah cenderung menjadi tahap normatif bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi bahagia. Konsekuensinya, individu yang tidak memiliki anak secara tidak langsung akan mengalami dampak negatif dari stigma sosial. Namun, apakah terdapat perbedaan kepuasan pernikahan antara individu yang memiliki anak dan tidak memiliki anak setelah menikah? Studi kuantitatif ini bertujuan untuk mengeksplorasi perbedaan kepuasan pernikahan pada individu yang memiliki anak kandung, individu yang tidak memiliki anak dikarenakan kemauan, dan individu yang tidak memiliki anak dikarenakan ketidakmampuan fisiologis. Survei terhadap 210 individu menikah (Musia = 34.3; SD = 7.9) menunjukkan bahwa kepemilikan anak bukan merupakan determinan yang dominan dalam menentukan kepuasan pernikahan. Pilihan atau kondisi untuk memiliki atau tidak memiliki anak cenderung diikuti dengan stresor yang unik, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa salah satu kondisi lebih baik dari kondisi lainnya. Hasil studi ini dapat membuka jalan dan menginspirasi penelitian selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut mengenai dinamika psikologis dan sosial pada individu childfree, yang masih jarang diteliti di Indonesia. / Having children after marriage tends to be a normative practice in Indonesia to be happy. As a result, individuals who do not have children could indirectly experience the negative impact of social stigma. This begs a question: is having children associated with one’s marital satisfaction? This quantitative study aims to explore the differences in marital satisfaction among those who have biological children, who are voluntarily childless, and who are involuntarily childless. A survey of 210 married individuals (Mage = 34.3; SD = 7.9) shows that child ownership is not the dominant determinant in determining marital satisfaction. Choices or conditions to have or do not have children tend to be followed by unique stressors, so it cannot be true that one specific condition is better than the other. The results of this study can pave the way and inspire further research to examine the psychological and social dynamics of childfree individuals, which are still rarely studied in Indonesia.