Asas kebebasan dalam berkontrak telah memungkinkan tumbuhnya pembentukan zona perdagangan yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung. Agar terjadi hubungan perdagangan lintas batas, terdapat perlindungan hukum yang memberikan kepastian bagi kedua belah pihak dalam bentuk kontrak-kontrak yang dibuat dan disetujui oleh pihak-pihak dalam kontrak. Penggunaan bahasa dalam sebuah kontrak menurut Sistem Hukum Indonesia tidak dapat dikesampingkan jika melakukan kontrak dengan pihak lawan Indonesia. Dengan demikian, studi ini telah dibuat untuk mencari perlindungan hukum bagi investor asing dan limitasi dari sebuah perjanjian yang tidak ditulis dalam Bahasa Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian empiris normatif, penulis dapat menggunakan data primer dan sekunder sebagai referensi dalam skripsi. Studi ini adalah studi kasus menganalisa PUTUSAN NOMOR 1572 K/PDT/2015 JO. PUTUSAN NOMOR 662/PDT/2014/PT DKI JO. PUTUSAN NOMOR"450/PDT.G/2012/PN.JKT.BAR. Riset pertama adalah pada limitasi dari keabsahan kontrak yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2009. Riset kedua adalah pada perlindungan hukum yang ada pada NINE AM LTD. Riset telah menunjukkan bahwa Perjanjian Pinjam-meminjam antara NINE AM LTD dan PT BKPL batal demi hukum karena para pihak tidak menggunakan Bahas Indonesia sebagaimana telah diwajibkan oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 Pasal 31 Ayat (1). Oleh karena kepentingan umum (public interest) menjadi salah satu faktor vital dalam perumusan suatu peraturan, menurut sebagian penegak hukum, Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 Pasal 31 Ayat (1) yang mengatur tentang perjanjian wajib menggunakan Bahasa Indonesia, telah menjadi sebuah isu yang mempengaruhi sektor investasi terutama pada investor asing.