Tanah merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam masyarakat Indonesia mengingat sebagian besar aspek kehidupan masyarakat Indonesia berkisar pada tanah, baik secara ekonomi, budaya, maupun spiritual. Oleh karena itu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 UUD 1945 bahwa negara sebagai lembaga tertinggi dalam negara harus mengelola sumber daya dengan baik. Pemerintah telah berpegang teguh pada UUD 1945 dengan melaksanakan pendaftaran tanah, melalui pemberlakuan UUPA dan PP No.24 Tahun 1997. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum mengenai pemilikan tanah melalui sertifikat tanah yang jelas. Bahkan dengan sistem pendaftaran tanah, banyak individu atau warga masih menggunakan dokumen lama yang disebut SKT yang dikeluarkan oleh kepala desa dan tidak terdaftar di data base Badan Pertanahan Nasional. Kasus yang digunakan dalam tesis ini adalah kasus Setiabudi, dimana dua orang mendaftarkan sertifikat tanah atas sebidang tanah yang sama, dengan menggunakan SKT sebagai dasar hak budaya mereka sebagai dasar klaim mereka.