Manusia adalah mahluk bersifat sosialiasi, oleh karena itu ada perlunya hukum untuk mengatur cara bersosialisai. Salah satu cara bersosialisai yang di bahas dalam hukum adalah berdagang. Dengan adanya berdagang, adanya yang buatan perusahaan. Skripsi ini membahas mengenai dinamika hukum kepailitan di Indonesia yang membuatnya tidak selalu konsisten. Selah satu contoh itu adalah Pasal 2 ayat 1 Undang undang kepailitan yah itu membahas secara minimum apasaja yang diperlukan untuk pailit. Salah satu unsur itu adalah dua creditor, dengan ini ada pertanyaan apakah dua buruh terhitung sebagai dua creditor. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian untuk menemukan permasalahan yang mencakup 1) perbedaan antara unsur-unsur kepailitan Indonesia dan Belanda, dan 2) menggunakan dua studi kasus untuk melihat apakah hukum tersebut konsisten atau bertentangan satu sama lain. Skripsi ini menggunakan metode Pendekatan penelitian normatif-empiris dengan cara meneliti hukum positif mengenai kepailitan dan menerapkannya pada studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum kepailitan Indonesia dan Belanda tidak terlalu berbeda. Selain itu, dari penelitian studi kasus, ditemukan bahwa hukum kepailitan Indonesia adalah konsisten dan tidak terdapat celah hukum. Setelah meneliti dan menerapkan pendekatan penelitian, ditemukan bahwa 1) unsur-unsurnya sangat mirip antara indonesia dan belanda; 2) Putusan pengadilan kedua perkara tersebut tidak bertentangan satu sama lain dan mengikuti peraturan perundang-undangan. Untuk menjawab pertanyaan tesis utama, dua karyawan dapat menjadi dua kreditur selama ada dua keputusan berbeda yang dibuat oleh pengadilan hubungan industrial.