Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Beberapa tahun ini, usaha di bidang properti berkembang sangat pesat. Permintaan perumahan yang semakin banyak dengan lahan yang jumlahnya terbatas menyebabkan pengembang properti menghadapi tantangan yang semakin berat untuk mendapatkan tempat-tempat yang strategis. Tak terkecuali, Kota Surabaya. Mayoritas konsumen memilih membeli rumah dengan sistem angsuran Kredit Pemilikan Rumah melalui Bank daripada pembayaran secara tunai. Dalam transaksi pengadaan perumahan dalam hal pemberian Kredit Pemilikan Rumah, setidaknya terdapat beberapa pihak yang berhubungan antara satu dengan lainnya dan tidak dapat dipisahkan, yaitu: Konsumen, Developer, dan Bank. Namun, suburnya industri properti tersebut rupanya diiringi menjamurnya sengketa di sektor perumahan. Salah satu problematika yang seringkali dihadapi oleh konsumen adalah sertifikasi hak atas tanah yang tidak kunjung diselesaikan oleh pihak developer. Tujuan dari penelitian adalah untuk memahami apakah Bank X ikut bertanggung jawab jika KPR sudah lunas tetapi sertifikat tanah belum diserahkan kepada konsumen dan untuk mengetahui solusi hukum dalam hal penyelesaian sertifikat kepemilikan ha katas tanah yang belum selesai padahal kredit rumah di Real Estate Z telah lunas. Tipe penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif atau Doctrinal dengan melakukan studi pustaka yang mengunakan berbagai teori hukum dan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank X tidak ikut bertanggung jawab karena Bank X telah memenuhi kewajibannya dalam memberikan fasilitas KPR kepada konsumen. Selain itu, terdapat klausa dalam Akad Kredit bahwa Nasabah Debitur telah sepakat tidak akan menuntut pihak Bank apabila belum dipenuhinya atau diselesaikannya kewajiban Pengembang atau Penjual kepada Debitur terhadap penyelesaian bangunan. Lalu hasil penelitian atas rumusan masalah kedua adalah terdapat dua solusi hukum penyelesaian hak atas tanah yang belum selesai. Adapun solusi hukum yang ditawarkan adalah diselesaikan secara musyawarah dan yang kedua dilakukan dengan cara arbitrase