Sesuai asas pacta sunt servanda, kontrak bisnis internasional berlaku sebagai aturan hukum privat yang mengatur hubungan hukum antar pihak berbeda wilayah kedaulatan hukum. Sesuai prinsip pilihan hukum dalam hukum perdata internasional, kontrak bisnis internasional sebagian besar diatur oleh hukum nasional yang dipilih oleh para pihak. Dalam hukum nasional Indonesia, terdapat aturan hukum, yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Salah satu ketentuannya mewajibkan pemakaian bahasa Indonesia dalam perjanjian yang melibatkan warga negara Indonesia. Permasalahan terjadi apabila warga negara Indonesia bersepakat sebagai pihak dalam kontrak bisnis internasional yang tertulis dalam bahasa asing. Salah satu sengketa akibat penggunaan bahasa asing dalam kontrak bisnis internasional, berupa perjanjian pinjam-meminjam, terjadi antara Nine Am, LTD. yang berkedudukan di Amerika Serikat dan PT. Bangun Karya Pratama Lestari yang berkedudukan di Indonesia. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam yang telah disepakati, PT. Bangun Karya Pratama Lestari telah menikmati pinjaman dari Nine Am, LTD. Namun setelah beberapa waktu, PT. Bangun Karya Pratama Lestari berupaya melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan tuntutan pembatalan perjanjian pinjam-meminjam. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengabulkan gugatan PT. Bangun Karya Pratama Lestari dan menyatakan perjanjian pinjam-meminjam antara Nine Am, LTD. dan PT. Bangun Karya Pratama Lestari batal demi hukum, karena tertulis dalam bahasa Inggris. Pihak Nine Am, LTD. melakukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kemudian Nine Am, LTD. melakukan kasasi. Namun Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 1572 K/Pdt/2015 menolak kasasi Nine Am, LTD. dan memutuskan, bahwa judex facti telah benar dalam pertimbangan hukum dan putusannya.