Masyarakat yang membutuhkan barang dan/atau jasa seperti kendaraan bermotor sering menggunakan jenis perjanjian yang memudahkan mereka untuk melunasi barang tersebut secara angsuran. Contohnya adalah membeli sepeda motor melalui perjanjian sewa beli kendaraan bermotor. Oleh karena kedudukan masyarakat sebagai konsumen lebih rendah dari pada pelaku usaha yang memiliki modal, masyarakat menerima saja segala bentuk perjanjian yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha. Perjanjian baku/sepihak yang dibuat oleh pelaku usaha tersebut memuat klausul-klausul yang mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen atau disebut dengan klausula eksonerasi. Perjanjian sewa beli diatur dalam SK No. 34/KP/80, namun peraturan ini masih belum jelas mengatur apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, sehingga juga perlu mengacu pada ketentuan KUH Perdata dan perundang-undangan lainnya. Hak-hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha diatur lebih lanjut dalam UU No 8 Tahun 1999 yang mengatur tentang perlindungan konsumen. Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor perlu dikaji dalam perspektif perlindungan konsumen berdasarkan UU No 8 Tahun 1999. Hal ini untuk melihat sejauh mana, konsumen dilindungi hak-haknya berdasarkan undang-undang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perjanjian sewa beli kendaraan bermotor sudah sejalan dengan ketentuan perundang-undangan dan asas-asas hukum yang ada di Indonesia. Penelitian ini ingin memberikan pemahaman bagi pembaca tentang bagaimana kedudukan hukum pelaku usaha dan konsumen dalam perjanjian sewa beli dan sejauh mana UU No 8 Tahun 1999 berdaya guna bagi konsumen perjanjian sewa beli. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yakni upaya mencari penyelesaian masalah dengan meneliti dan mengkaji norma hukum positif dengan melakukan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen perjanjian sewa beli kendaraan bermotor belum dilindungi secara hukum baik berdasarkan ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata maupun UU No 8 Tahun 1999. / People who need goods and/or services such as motor vehicles often use agreement that allows them to pay of the goods in installments. An example is buying motor vehicles through hire-purchase agreement. Because public consumer has not bargaining power to influence the businesses, people accept all forms of agreement. Standard agreement created by businesses that contain clauses that shift responsibility of businesses to consumers, referred to the exoneration clause. Hire-purchase stipulated in SK No. 34/KP/80 but still need to refer to KUH Perdata and other regulations. The rights and obligations of consumers and businesses further stipulated in UU No 8 Tahun 1999 that regulating consumer protection. Hire-purchase need to be reviewed in perspective of consumer legal protection under UU No 8 Tahun 1999. This study aims to determine whether the hire purchase is equally with regulations and principles of law that exist in Indonesia. This study wanted to give an understanding for the reader, how the legal position in the business and consumer hire-purchase and how UU No 8 Tahun 1999 have positive impact to consumer protection. Study method that writer used is juridis normative by library research. The results showed that consumer of hire purchase has not been well protected by Pasal 1338 KUH Perdata and Pasal 1339 KUH Perdata and UU No 8 Tahun 1999.