Pendaftaran dan pencatatan perjanjian perkawinan merupakan salah satu unsur yang merupakan syarat dibuatnya suatu perjanjian perkawinan, Sehingga seperti pada kasus ini, pasangan yang telah bercerai tersebut tidak mendaftarkan akta perjanjian perkawinannya sehingga mengakibatkan akta perjanjian kawin tersebut dianggap tidak sah. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai akibat hukum perjanjian kawin yang didaftarkan setelah putusnya perkawinan, serta mengenai apakah Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 161 PK/PDT/2009 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti norma-norma hukum dan bahan pustaka atau bahan sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti, mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni penulis menggunakan data diperoleh secara tidak langsung dari sumber aslinya melainkan sumber lain, seperti contohnya buku-buku teks, jurnal, dokumen, peraturan-peratuan yang terkait. Penelitian ini menggunakan Pendekatan hukum dilakukan dengan meninjau semua undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan topik yang sedang diteliti, sehingga dapat diketahui ratio legis, serta dengan melakukan telaah pada kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Berdasarkan pada Pasal 29 ayat (1) UUP, Apabila perjanjian perkawinan didaftarkan setelah putusnya perkawinan, Hal ini tidak mengakibatkan perjanjian kawin yang telah dibuat menjadi batal. Perjanjian perkawinan tersebut tetap mengikat bagi pihak yang membuatnya yakni, suami dan istri. Kemudian akibat hukum bagi pihak ketiga yang membuat perjanjian perkawinan bila tidak dicatatkan, pada pihak ketiga apabila perjanjian perkawinan tidak dicatatkan ataupun kepada pegawai pencatat perkawinan, maka dengan sendirinya perjanjian pernikahan tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. berdasarkan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KUH Perdata uraikan di atas, maka pertimbangan hakim tidak sesuai. Karena proses pendaftaran perjanjian perkawinan adalah suatu proses administratif yang penting, Karena pendaftaran dilakukan sebagai pemenuhan unsur publisitas bagi pihak ketiga, namun bukan sebagai syarat sahnya perjanjian perkawinan yang mengakibatkan batalnya suatu perjanjian. / Registration and recording of a marriage agreement is one of the elements that is a condition for making a marriage agreement, so as in this case, the divorced couple did not register the marriage agreement certificate, resulting in the marriage agreement certificate being considered invalid. This study raises issues regarding the legal consequences of marriage agreements registered after the breakup of marriage, as well as about whether the Judge's Judgment Number 161 PK / PDT / 2009 is in accordance with applicable regulations. This research uses a type of normative juridical research, which is research conducted by examining legal norms and library materials or secondary materials as basic materials for research, including primary, secondary and tertiary legal materials. The type of data used in this study is secondary data, where the author uses data obtained indirectly from the original source but other sources, such as textbooks, journals, documents, related regulations. This research uses a legal approach carried out by reviewing all laws and regulations related to the topic being studied, so that the ratio legisis can be known, as well as by reviewing cases related to legal issues faced that have become court decisions that have permanent legal force. Based on Article 29 paragraph (1) of the Law, if the marriage agreement is registered after the breakup of the marriage, this does not result in the marriage agreement that has been made void. The marriage agreement remains binding for the parties who make it, namely husband and wife. Then the legal consequences for third parties who make marriage agreements if they are not recorded, on third parties if the marriage agreement is not recorded or to the marriage registrar employee, then by itself the marriage agreement has no binding force against third parties. based on Law No. 1 of 1974 concerning Marriage and the Civil Code described above, the judge's consideration is not appropriate. Because the process of registering a marriage agreement is an important administrative process, because registration is carried out as a fulfillment of the element of publicity for third parties, but not as a condition for the validity of the marriage agreement which results in the cancellation of an agreement.