Hasanah, Cinta Putri
(2023)
Pembebasan tanah ulayat masyarakat kampung tua Pulau Rempang untuk pembangunan proyek Rempang Eco City.
Masters thesis, University pelita harapan.
Abstract
Proyek Rempang Eco City belakangan ini menuai konflik pertanahan. Konflik terjadi dikarenakan adanya rencana penggusuran rumah warga atau relokasi perkampungan adat di Rempang. Warga tidak bersedia apabila di relokasi dan mempertahankan tanah yang sudah dihuninya turun-temurun. Masyarakat Pulau Rempang mengaku telah menempati tanah mereka sejak tahun 1843, jauh sebelum Batam menjadi kawasan perdagangan bebas. BP Batam menyebutkan bahwa 17.000 hektar di Pulau Rempang merupakan kawasan hutan, namun klaim ini tumpang tindih dengan fakta bahwa adanya tanah warga 16 Kampung Tua yang pemilikannya didasarkan pada penguasaan fisik tetapi tanpa alat bukti hak. Dari sini, maka penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap tanah ulayat warga Kampung Tua akibat adanya pembangunan Proyek Rempang Eco City dan bagaimana kepastian hukum terkait dengan kepemilikan lahan tersebut. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan analisis kualitatif, menggunakan data sekunder. Dari hasil penelitian, memang tanah ulayat sudah mendapatkan pengakuan secara hukum dan perlindungan dari Negara, namun Proyek Rempang Eco City ini merupakan Proyek Strategis Nasional tahun 2023, sehingga meskipun tanah ulayat sekalipun, maka dapat menjadi objek yang dapat dijadikan sebagai tanah untuk pembangunan PSN. Untuk kepastian kepemilikan tanah, harus diawali dengan penelusuran Riwayat tanah melalui sejarah.bPemerintah pun harus segera memberikan kepastian terhadap pengakuan untuk masyarakat adat Pulau Rempang dan bukti kepemikian untuk alas hak PT Makmur Elok Graha. / The Rempang Eco City project has recently resulted in land conflicts. The conflict occurred due to plans to evict residents' houses or relocate traditional villages in Rempang. Residents are not willing to be relocated and retain land that has been cultivated for generations. The people of Rempang Island claim to have occupied their land since 1843, long before Batam became a free trade area. BP Batam stated that 17,000 hectares on Rempang Island is a forest area, but this claim overlaps with the fact that the existence of land of 16 Kampung Tua residents whose owners are based on physical control but without proof of title. From here, this research raises the issue of how to legally protect the ulayat land of Kampung Tua residents as a result of the Rempang Eco City development project and how legal certainty is related to ownership of this land. This research was analyzed using normative juridical research methods and qualitative analysis, using secondary data. From the research results, it is true that customary land has received legal recognition and protection from the State, but the Rempang Eco City Project is a National Strategic Project for 2023, so even if it is customary land, it can be an object that can be used as land for PSN development. To ensure land ownership certainty, it must begin with tracing the history of the land through history. bThe government must immediately provide certainty regarding recognition for the Rempang Island indigenous community and proof of ownership for PT Makmur Elok Graha's rights base.
Actions (login required)
 |
View Item |
![[img]](http://repository.uph.edu/style/images/fileicons/text.png)
