Globalisasi memungkinkan terjadinya praktek anti persaingan lintas batas yang mencakup keterlibatan pelaku usaha asing dari mancanegara. Hingga saat ini, UU No. 5/1999 belum mampu mengikuti perubahan globalisasi karena Pasal 1 Nomor 5 hanya menganggap mereka yang didirikan, berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia sebagai pelaku usaha. Hal ini berbeda dengan Amerika yang melalui gagasan efek doktrin memperluas subjek hukum UU Anti Monopoli nya dengan mencakup siapapun yang tindakannya mempunyai efek terhadap persaingan usaha di AS. Meski begitu, Indonesia sebelumnya pernah berhadapan dengan pelaku usaha asing melalui kasus Temasek dan Toray. Oleh karena itu, penelitian ini akan melakukan analisis hukum, bagaimana UU No. 5/1999 mengatur tentang efek doktrin serta penerapannya dalam kasus persaingan usaha tidak sehat dengan membandingkannya dengan di AS. Metodologi yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan analisis komparatif dan perundang-undangan. Kesimpulannya, UU No. 5/1999 tidak mengatur mengenai efek doktrin maupun penerapan ekstrateritorialnya, yang menunjukkan sempitnya ruang lingkup UU persaingan Indonesia dibandingkan dengan UU Anti Monopoli Amerika, dan dalam penerapannya walaupun KPPU telah berhasil mengadili Temasek dan Toray lewat doktrin single economic entity, namun yurisdiksi mereka tetap diperdebatkan, berbeda dengan AS yang tidak mengalami kesulitan dalam menerapkan yuridiksi ekstrateritorialnya, yang bisa dilihat lewat kasus Alcoa dan Timberlane.