Sexual violence is an issue that has long been discussed in Indonesian society, especially for children in emergencies. A child in an emergency situation is a child who is in an environmental situation that threatens and disrupts the child's life and livelihood. These children may be at high risk of sexual violence because of their degree of dependence on others, where their ability to protect themselves is limited by their own position. Therefore, the researcher chose the title Law Enforcement Against Crimes of Sexual Violence in Children (Decision of Court Number: 7/Pid.Sus/2023/PN Mdl). This study aims to find out how law enforcement and the application of criminal sanctions against perpetrators of sexual violence against minors are related to the Mandailing Natal District Court Decision Number: 7/Pid.Sus/2023/PN Mdl. This research method is in the form of normative juridical and analytical descriptive in nature which reveals laws and regulations related to legal theories which are the object of research. The type of data used comes from primary, secondary and tertiary legal materials. How to obtain data using data collection techniques, namely library research (library research). Data collection tool using document study with data analysis is descriptive qualitative. The results show that law enforcement against sexual crimes against minors, the process is reflected in several laws in Indonesia. Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System, Law Number 23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence, and Law No. 35 of 2014 on the Amendment of Law No. 23 of 2002 on Child Protection are relevant legal instruments. Sexual offenses, especially against minors, can be prosecuted by referring to Article 287 and Article 292 which regulate the perpetrators of sexual abuse against minors. Meanwhile, in Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection, there are two articles that regulate the threat of punishment for perpetrators of sexual abuse against children, namely Article 81 and Article 82. Based on the legal facts attached to decision Number: 7/Pid.Sus/2023/PN Mdl, considering Article 81 paragraph (3) of Law of the Republic of Indonesia Number 35 of 2014 concerning Child Protection Jo Perpu RI Number 1 of 2016 concerning the Second Amendment to Law of the Republic of Indonesia No. 23 of 2002 concerning Child Protection into law Jo Article 76 D of Law of the Republic of Indonesia No.35 of 2002 concerning Child Protection Jo. Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Jo. Law No. 48 of 2009 Concerning Judicial Power Jo. Law Number 49 of 2009 Concerning the Second Amendment to Law Number 2 of 1986 Concerning General Courts, as well as other laws and regulations relevant to this case. At the end of the trial, the panel of judges decided that the defendant Aluijaro Nduru was legally and convincingly proven guilty of committing the crime of "Committing Violence, Forcing a Child to Have Sexual Intercourse with Him by a Parent". As a consequence, the defendant was sentenced to 10 (ten) years imprisonment and a fine of Rp.1,000,000,000 (one billion rupiah). If the fine is not paid, it will be replaced with 6 (six) months imprisonment. /Kekerasan seksual merupakan isu yang telah lama menjadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia, apalagi untuk anak-anak dalam keadaan darurat. Anak dalam situasi darurat adalah anak yang berada dalam situasi lingkungan yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan anak. Anak-anak tersebut bisa berada di bawah risiko kekerasan seksual yang tinggi karena tingkat ketergantungan mereka pada orang lain, dimana kemampuan untuk melindungi diri sendiri terbatas karena kedudukan mereka sendiri. Oleh karena itu peneliti memilih judul Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pada Anak (Studi Putusan Nomor: 7/Pid.Sus/2023/PN Mdl). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual anak di bawah umur dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor: 7/Pid.Sus/2023/PN Mdl. Metode penelitian ini berbentuk yuridis normatif dan bersifat deskriptif analisis yang mana mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek peneliti. Jenis data yang digunakan bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Cara perolehan data menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen dengan analisis data adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur, prosesnya tercermin dalam beberapa undang-undang di Indonesia. UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan instrumen hukum yang relevan. Pelanggaran seksual, terutama terhadap anak di bawah umur, dapat dituntut dengan mengacu pada Pasal 287 dan Pasal 292 yang mengatur tentang pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat dua pasal yang mengatur ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak, yaitu Pasal 81 dan Pasal 82. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terlampir pada putusan Nomor: 7/Pid.Sus/2023/PN Mdl, memperhatikan Pasal 81 ayat (3) UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Jo Perpu RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang Jo Pasal 76 D Undangundang Rebublik Indonesia No.35 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Jo. Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Jo. Undang- Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, serta peraturan perundangundangan lain yang bersangkutan dengan perkara ini. vi Diakhir sidang pihakMajelis Hakim memutuskan bahwa terdakwa Aluijaro Nduru terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Melakukan Kekerasan, Memaksa Anak Melakukan Persetubuhan Dengannya yang Dilakukan Oleh Orang Tua". Sebagai konsekuensi, terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan denda sejumlah Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.