Roti tawar populer di Indonesia karena ketersediaan dan harganya yang terjangkau. Meskipun konsumsinya meningkat, sebagian besar tepung terigu masih diimpor. Umbi suweg (Amorphophallus paeoniifolius), umbi-umbian yang ditanam secara lokal, bisa dijadikan alternatif pengganti sebagian tepung terigu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap karakteristik tepung suweg, yaitu swelling power, kelarutan, dan lightness, kemudian menentukan perlakuan terbaik, serta menentukan pengaruh rasio tepung terigu dan tepung suweg termodifikasi HMT terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik roti tawar yang diolah dengan metode straight-dough. Tepung suweg dimodifikasi oleh HMT pada suhu 76, 81, dan 86°C selama 3, 6, dan 9 jam. Semua kombinasi perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan untuk swelling power, kelarutan, dan lightness tepung suweg, sehingga pemilihan swelling power tertinggi berdasarkan nilai absolut, yakni pada suhu 76°C selama 9 jam dengan swelling power 11.60±0.03 g/g. Setelah dilakukan modifikasi tepung suweg dengan perlakuan HMT terpilih (76℃; 9 jam), terjadi peningkatan kadar lemak, karbohidrat, pati, dan amilosa, sedangkan kadar air, protein, abu, dan amilopektin mengalami penurunan. Selanjutnya, roti tawar diolah menggunakan rasio tepung terigu dan tepung suweg termodifikasi terpilih yang berbeda; 100:0, 95:5, 90:10, 85:15, 80:20, 75:25, dan 70:30. Roti tawar yang dibuat dengan rasio 95:5 menunjukkan hasil yang mirip dengan roti tawar yang dibuat dengan rasio 100:0 (kontrol) dalam hal volume, hardness, dan skor hedonik keseluruhan, yakni masing-masing 797.50±7.07 dan 775±3.54 cc, 947.03±10.14 dan 1118.67±46.87 g, serta 5.83±0.09 dan 5.15±0.12 secara berurutan. Oleh karena itu, rasio 95:5 dipilih sebagai formulasi roti tawar terbaik. Dengan demikian, roti tawar dengan substitusi 5% tepung suweg termodifikasi HMT dapat menjadi alternatif produksi roti tawar ke depannya. / Pan bread is popular in Indonesia due to its availability and affordable price. Despite increasing consumption, most wheat flour is still imported. Suweg (Amorphophallus paeoniifolius), a locally grown root crop, can be used as an alternative substitute for wheat flour. This research aims to determine the effects of temperature and time of Heat Moisture Treatment (HMT) on the characteristics of suweg flour, specifically swelling power, solubility, and lightness, then determine the best treatment, and determine the effect of the ratio of wheat flour and HMT-treated suweg flour on the physicochemical and organoleptic properties of pan bread prepared using the straight-dough method. Suweg flour was modified by HMT at temperatures of 76, 81, and 86°C for 3, 6, and 9 hours. All treatment combinations showed no significant differences in swelling power, solubility, and lightness of suweg flour, so the selection of the highest swelling power was based on absolute values, namely at a temperature of 76°C for 9 hours with a swelling power of 11.60±0.03 g/g. After modifying the suweg flour with selected HMT treatment (76℃; 9 hours), there was an increase in the levels of fat, carbohydrates, starch, and amylose, while moisture, protein, ash, and amylopectin decreased. Next, pan bread is made using different ratios of wheat flour to selected modified suweg flour; 100:0, 95:5, 90:10, 85:15, 80:20, 75:25, and 70:30. Pan bread made with a ratio of 95:5 showed similar results to pan bread made with a ratio of 100:0 (control) in terms of volume, hardness, and overall acceptance scores, namely 797.50±7.07 and 775±3.54 cc, 947.03±10.14 and 1118.67±46.87 g, and 5.83±0.09 and 5.15±0.12 respectively. Therefore, the 95:5 ratio was chosen as the best pan bread formulation. Thus, pan bread with 5% substitution of HMT modified suweg flour can be an alternative for future pan bread production.