Menurut Hukum Pertanahan Nasional Indonesia, jual beli tanah harus dilaksanakan dengan memenuhi unsur rill, tunai dan terang. Pada nyatanya masih ditemukan masyarakat daerah melakukan jual beli tanah secara dibawah tangan, yakni pembayaran secara lunas dibuktikan dengan kuitansi dan penyerahan bidang tanah secara fisik. Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap pembeli mengenai keabsahan kepemilikan hak atas tanah berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jenis penelitian hukum yang digunakan ialah Metode Penelitian Hukum Yuridis Normatif-Empiris. Hasil penelitian hukum ini ialah kuitansi mempunyai kekuatan pembuktian terjadinya transaksi jual beli antara penjual dan pembeli tersebut berdasarkan Pasal 1866 KUH Perdata yang diperkuat oleh Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/Sip/1970. Kepastian hukum jual beli tanah transmigrasi didasarkan pada kuitansi pembayaran sebenarnya tidak diperbolehkan berdasarkan UU Ketransmigrasian, kecuali telah ditempati dan digunakan paling singkat 15 tahun oleh transmigran. Dalam putusan pengadilan kasus ini, jual beli tanah eks transmigrasi dianggap sah dikarenakan jangka waktu penggunaan tanah eks transmigrasi telah terpenuhi. Selain itu, jual beli tanah tersebut diketahui disaksikan oleh kepala desa dan kerabat tetangga sehingga jual beli tanah tersebut telah memenuhi unsur rill, tunai dan terang dalam jual beli tanah.