Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa dikuasai oleh Negara digunakan sebesar-besarnya untuk mencapai kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka pembangunan sistem kelistrikan di Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dibutuhkan penggunaan tanah dengan kewajiban memberi ganti rugi Hak Atas Tanah atau kompensasi kepada pemegang Hak Atas Tanah, bangunan dan tanaman sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum serta Peraturan Perundang-Undangan lainnya. Terkait Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2023 mengatur tentang Tata Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tegangan Listrik dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, dan/atau Tanah yang berada dibawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi. Sementara itu tanah dibawah jalur Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) atau dibawah ruang bebas tidak diberi ganti rugi hanya diberikan kompensasi tanah. Penelitian disertasi ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perUndang-Undangan dan pendekatan kasus. Adapun bahan hukumnya berupa bahan hukum primer, yakni peraturan perundang-undangan yang relevan. Adapun teori hukum yang digunakan adalah teori kepastian hukum, teori keadilan dan teori kesejeahteraan Negara. Temuan hasil penelitian menunjukan bahwa tanah dibawah jalur Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 Kv tidak diberikan ganti rugi dan hanya diberikan kompensasi. Hal itu menimbulkan dampak ketidakadilan karena tanah tersebut menjadi kurang produktif dan menurun nilai ekonomisnya. Untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan maka ketentuan mengenai kompensasi harus diatur dengan Undang-Undang. / Article 5 of the Basic Agrarian Law states that the earth, water and space as well as the natural resources contained therein are the property of God Almighty and controlled by the state to be used as much as possible to achieve the prosperity of the people in the framework of a just and prosperous society. In the context of developing the electricity system in Indonesia as stipulated in Law of the Republic of Indonesia Number 30 of 2009 concerning Electricity, land use is required with the obligation to provide compensation for land rights or compensation to holders of rights to land, buildings and plants in accordance with the Law of the Republic of Indonesia Number 2 of 2012 concerning Land Acquisition for Development in the Public Interest as well as other related laws and regulations. Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 13 of 2023 regulates Free Spatial Planning and Minimum Free Distance for Electric Voltage Transmission Networks and Compensation for Land, Buildings, and/or Land under the Transmission Network Free Space. Meanwhile, land under the Extra High Voltage Overhead Line (SUTET) or under free space will not be compensated, only land compensation will be given. This dissertation research is normative juridical research with a statutory approach and a case approach. The legal materials are in the form of primary legal materials, namely relevant laws and regulations. The legal theories used are the theory of legal certainty, the theory of justice and the theory of state welfare. The research findings show that the land under the 500 Kv Extra High Voltage Overhead Line (SUTET) was not given compensation and was only given compensation. This has an unfair impact because the land becomes less productive and its economic value decreases. To ensure legal certainty and justice, provisions regarding compensation are regulated by law.