Skripsi ini merupakan tinjauan yuridis terhadap penggunaan perjanjian nomine/perjanjian pinjam nama di Indonesia, yang dilakukan oleh warga negara asing dengan meminjam nama warga negara Indonesia. Hal tersebut dilakukan oleh warga negara asing yang meminjam nama milik warga negara Indonesia untuk dipakai sebagai nama pemilik tanah atas hak milik yang mereka beli, dikarenakan warga negara asing hanya dibatasi untuk memiliki tanah atas hak pakai dan hak sewa di Indonesia. Dalam meneliti legalitas dari perjanjian nomine tersebut, hukum positif di Indonesia yang akan dijadikan sebagai acuan adalah sebagai berikut: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Pokok Agraria. Pada praktek di Indonesia, masih sering terjadi pembuatan perjanjian nomine oleh pejabat yang berwenang karena ketidakpastian hukum terkait hal tersebut. Perjanjian nomine dan pengertian nomine telah diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2018. Namun, perjanjian nomine hanya dilarang di dalam Undang-Undang Penanaman Modal tersebut, sedangkan tidak dilarang dalam Peraturan Presiden tersebut. Permasalahan yang diteliti adalah penyalahgunaan perjanjian nomine yang dilakukan oleh warga negara asing untuk menjadikan dirinya sebagai pemilik de facto atas tanah hak milik yang mereka beli dikarenakan larangan yang diatur dalam UUPA tersebut. Dari hasil penilitian hukum normatif yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perjanjian nomine tersebut menyalahi aturan dan prinsip hukum kontrak yaitu legalitas sebuah kontrak/perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPER. Perjanjian nomine tersebut dapat dianggap sebagai perjanjian yang menyalahi ketentuan objektif “kausa yang halal” dikarenakan pembuatan perjanjian dilakukan untuk menyelundupkan hukum.