Tato telah menjadi salah satu bentuk ekspresi diri yang semakin populer di kalangan perempuan muda di Jakarta Selatan. Fenomena ini mencerminkan upaya individu dalam membangun identitas diri yang autentik melalui seni tubuh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi untuk mengeksplorasi pengalaman subjektif tiga informan perempuan muda berusia 20-25 tahun, yaitu I, N, dan T. Dua dari mereka telah memiliki tato selama beberapa tahun, sementara satu informan baru mendapatkan tato beberapa bulan lalu. Wanwancara yang dilakukan oleh informan yang terdiri dari perempuan muda di Jakarta setalan, peneliti dapat memahami bagaimana tato berperan dalam pembentukan identitas perempuan muda di Jakarta Selatan dengan menggunakan tinjauan teori interaksi simbolik, teori identitas sosial, teori penetrasi sosial, dan teori dramaturgi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tato memiliki peran signifikan dalam proses pembentukan identitas diri bagi para informan karena tato dipandang sebagai medium yang efektif untuk merefleksikan pengalaman hidup, nilai-nilai pribadi, dan ekspresi estetika yang unik. Selain itu, tato berkontribusi pada penguatan rasa percaya diri, menjadi simbol visual yang memperlihatkan kepribadian mereka, sekaligus berperan sebagai elemen integral dalam cara mereka memahami, memandang, dan menampilkan diri kepada orang lain. Kesimpulannya, perempuan muda pengguna tato tidak hanya berfungsi sebagai hiasan tubuh, tetapi juga menjadi representasi identitas yang mencerminkan perjalanan hidup, preferensi pribadi, serta ekspresi diri penggunanya. Tato merepresentasikan perjalanan personal dan keunikan individu, menjadikannya bagian penting dari proses pembentukan dan komunikasi identitas mereka./ Tattoos have become a popular form of self-expression among young women in South Jakarta. This phenomenon reflects individuals' efforts to construct an authentic self-identity through body art. This study employs a qualitative approach with phenomenological methods to explore the subjective experiences of three young female informants aged 20–25: I, N, and T. Two of them have had tattoos for several years, while one informant recently acquired her first tattoo a few months ago. Through interviews with these young women from South Jakarta, the researcher examined how tattoos contribute to identity formation using symbolic interaction theory, social identity theory, social penetration theory, and dramaturgy theory. The findings reveal that tattoos play a significant role in the identity formation process for the informants. Tattoos are perceived as an effective medium to reflect life experiences, personal values, and unique aesthetic expressions. Additionally, tattoos contribute to boosting self-confidence, serve as visual symbols representing their personalities, and function as integral elements in how they understand, perceive, and present themselves to others. In conclusion, tattoos among young women are not merely decorative body art but also representations of identity, reflecting their life journeys, personal preferences, and self-expression. Tattoos embody personal stories and individuality, making them an essential part of the process of shaping and communicating their identities.