Mahasiswa penerima beasiswa LPDP di New York menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa dalam menghadapi culture shock dibandingkan dengan penerima beasiswa internasional lainnya yang mungkin menghadapi tantangan serupa dengan hasil yang berbeda. Proses adaptasi ini melibatkan strategi komunikasi yang efektif, pendekatan personal, interaksi dengan kelompok budaya yang beragam, serta penyesuaian terhadap norma dan nilai baru. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, karena berfokus pada data laten, menggali pengalaman mahasiswa, dan mengeksplorasi perjalanan mereka dalam menghadapi culture shock. Penelitian ini mengidentifikasi empat fase culture shock berdasarkan teori Samovar (2010): euforia, pesakitan, adaptasi, dan penyesuaian diri. Pada fase euforia, mahasiswa merasa gembira dan bangga dengan lingkungan baru mereka. Namun, pada fase pesakitan, mereka menghadapi perasaan kesepian dan keterasingan akibat perbedaan budaya. Untuk mengatasi tantangan ini, mereka mencari dukungan melalui komunitas Indonesia, seperti organisasi CIS. Seiring waktu, mereka mulai beradaptasi dengan budaya New York, mengembangkan strategi komunikasi yang efektif, serta menjadi lebih mandiri dan percaya diri. Pada fase penyesuaian diri, mereka berhasil mengatasi tantangan budaya, merasa lebih nyaman, dan tetap menjaga keterikatan dengan identitas Indonesia. Studi ini menekankan pentingnya dukungan sosial dan keterbukaan terhadap perbedaan budaya dalam keberhasilan adaptasi di lingkungan multikultural seperti New York. / LPDP awardee students in Newyctork exhibit a commendable ability to adapt to culture shock compared to other international scholarship recipients who may face similar challenges with varying outcomes. This adaptation process involves effective communication strategies, personal approaches, interaction with diverse cultural groups, and adjustments to new norms and values. This study employs a qualitative phenomenological method, as it focuses on latent data, delves into the students' experiences, and explores their journey through culture shock. The research identifies four phases of culture shock as outlined by Samovar (2010): euphoria, distress, adaptation, and adjustment. In the euphoria phase, students feel excited and proud of their new environment. However, the subsequent distress phase brings feelings of loneliness and alienation due to cultural differences. To navigate these challenges, students seek support through Indonesian communities, such as the CIS organization. Over time, they adapt to the New York culture, develop effective communication strategies, and gain independence and confidence. In the final adjustment phase, students overcome cultural challenges, feel more at ease, and maintain connections with their Indonesian identity. This study highlights the importance of social support and openness to cultural differences in achieving successful adaptation in a multicultural environment like New York.