Kepemilikan hak atas tanah merupakan salah suatu hal yang sering kali menjadi subjek pewarisan. Dalam proses pewarisan, ahli waris memiliki hak untuk menerima atau menolak warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Penolakan warisan ini dapat dilakukan apabila ahli waris merasa bahwa beban atau kewajiban yang menyertai warisan lebih besar daripada manfaatnya. Salah satu dokumen yang kerap digunakan dalam konteks ini adalah Surat Pernyataan Kerelaan Ahli Waris. Dalam konteks prosedur balik nama hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta, dokumen ini sering diminta sebagai bukti adanya penolakan waris. Namun, penelitian menunjukkan bahwa Surat Pernyataan Kerelaan Ahli Waris yang dibuat di bawah tangan, tidak dapat dijadikan sebagai bukti penolakan waris. Berdasarkan hukum yang berlaku, penolakan waris harus dinyatakan secara resmi di Pengadilan Negeri melalui permohonan yang kemudian akan menghasilkan penetapan pengadilan. Meskipun demikian, Surat Pernyataan Kerelaan Ahli Waris dapat digunakan dalam konteks lain, yaitu sebagai akta pembagian waris bawah tangan. Untuk memiliki validitas hukum, surat ini harus memenuhi syarat lahir (diperlakukan selayaknya akta, apabila tidak pembuktian sebaliknya dari pihak lain), syarat formil (para pihak mengakui tanda tangan yang dibubuhkan dalam akta yang dibuatnya), dan syarat materiil (substansi, isi, maupun keterangan yang ada di dalam suatu akta didasarkan atas suatu kebenaran, dan para pihak yang membuatnya sudah mengakui). Adapun segala sesuatu terkait pengurusan dokumen hak atas tanah maupun pewarisan, hendaknya dibuat dalam bentuk suatu akta autentik. / Land ownership is one of the assets that often becomes the subject of inheritance. In the inheritance process, the heirs have the right to accept or reject the inheritance left by the deceased. Inheritance rejection can be carried out if the heir feels that the burdens or obligations associated with the inheritance outweigh its benefits. One document commonly used in this context is the Heir’s Statement of Consent. In the context of the land rights name transfer procedure at the Land Office of Yogyakarta City, this document is often requested as evidence of an heir's renunciation. However, the research shows that the Declaration of the Heir’s Willingness, which is made privately, cannot be used as evidence of an heir’s renunciation. Under applicable law, inheritance rejection must be officially declared at the District Court through a formal application, which will then result in a court determination. Nevertheless, the Declaration of The Heir’s Willingnes can be used in another context, namely as a private deed for inheritance distribution. To possess legal validity, this document must meet specific criteria: formal requirements (the parties acknowledge the signatures affixed in the document), material requirements (the content, statements, and information within the document must be based on truth and acknowledged by the parties involved), and procedural requirements (it should function as a deed unless proven otherwise by another party). As for all matters related to the administration of land rights documents and inheritance, should be executed in the form of an authentic deed.