Tiongkok merupakan negara yang mengalami tingkat perkembangan industri teknologi yang masif. Sebagai negara ekspansionis, Tiongkok seakan tidak ingin tertinggal dengan negara-negara maju lainnya yang telah memiliki kepiawaian dalam berbagai industri teknologi, salah satunya adalah industri penerbangan. Tiongkok dengan kemampuannya untuk menggerakkan sumber daya yang dimiliki berupaya untuk mengejar pengaruh yang dimiliki oleh perusahaan besar di bidang penerbangan seperti Airbus dan Boeing dengan meningkatkan pengaruhnya pada industri penerbangan komersil. Untuk meneliti upaya peningkatan pengaruh Tiongkok, penulis menggunakan teori neoliberalisme sebagai dasar dan beberapa konsep seperti interdependensi, hegemoni, dan tata kelola penerbangan global. Penulis juga menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan metode penelitian studi kasus untuk meneliti penelitian ini. Upaya yang Tiongkok lakukan adalah dengan membentuk perusahaan yang khusus untuk membuat pesawat yang diperuntukkan untuk penerbangan komersil, yaitu COMAC. COMAC berhasil untuk membuat sebuah pesawat komersil jet regional yang diberi nama ARJ21-700. Namun, pasca penerbangan perdana hingga maskapai perdana yang menggunakan pesawat tersebut secara komersil, pasar yang menggunakan pesawat tersebut hanyalah maskapai asal Tiongkok. Hal ini menjadikan Tiongkok berupaya untuk mendobrak pasar internasional agar ARJ21-700 memiliki portofolio yang mencakup konsumen internasional. Hal ini diupayakan oleh Tiongkok dengan melakukan akuisisi terhadap Transnusa sebagai maskapai yang telah beroperasional di Indonesia melalui CALC yang berdampak pada penggunaan pesawat buatan Tiongkok di Indonesia, walaupun sarat dengan sertifikasi keselamatan berbasis Amerika dan Eropa. Upaya ekspansi tersebut terlihat berhasil, dengan beroperasionalnya ARJ21-700 di Indonesia oleh Transnusa, sebagai operator internasional pertama yang menggunakan pesawat buatan COMAC dan meramaikan industri penerbangan di Indonesia. / China is a country that has experienced a massive level of technological industrial development. As an expansionist country, China seems not to want to be left behind by other developed countries that already have expertise in various technological industries, one of which is the aviation industry. China, with its ability to mobilize its resources, is trying to catch up with the influence of large companies in the aviation sector such as Airbus and Boeing by increasing its influence in the commercial aviation industry. To examine China's efforts to increase its influence, the author uses the theory of neoliberalism as a basis and several concepts such as interdependence, hegemony, and global aviation governance. The author also uses a qualitative research approach and case study research method for this research. The efforts made by China were to form a company specifically to produce aircraft intended for commercial flights, namely COMAC. COMAC succeeded in making a regional jet commercial aircraft named ARJ21-700. However, after the first flight to the first airline to use the aircraft commercially, the market that used the aircraft was only airlines from China. This makes China try to break into the international market so that the ARJ21-700 has a portfolio that includes international consumers. This is attempted by China by acquiring Transnusa as an airline that has been operating in Indonesia through CALC which has an impact on the use of Chinese-made aircraft in Indonesia, even though it is lack of American and European-based safety certifications. The expansion effort seems successful, with the operation of the ARJ21-700 in Indonesia by Transnusa, as the first international operator to use COMAC-made aircraft and enliven the aviation industry in Indonesia.