Pada era modern ini, banyak kedinamisan dalam bidang apa pun yang telah terjadi dan salah satunya ialah terkait perjanjian yang dilakukan dikalangan masyarakat, dimana sebuah perjanjian kerjasama investasi yang notabennya sebuah perjanjian bisnis, namum dibuat secara lisan. Penggunaan perjanjian lisan dalam sebuah perjanjian bisnis akan banyak memiliki risiko bagi para pihak dikemudian hari. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji sekaligus memberikan edukasi terkait fonomena tersebut dengan rumusan masalah, yaitu Bagaimana ketentuan dan konsekuensi hukum atas dilakukannya perjanjian kerjasama investasi dalam bentuk financing sebagaimana studi kasus pada PT. Arya Meika Trans dan Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Lumbanraja terhadap Hutabalian yang terindikasi melakukan wanprestasi atas perjanjian kerjasama investasi dalam bentuk financing diantara mereka. Jenis Penelitian ini ialah Normatif Empiris, dimana data berupa dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder yang didukung bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data-data tersebut diperoleh berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan yang kemudian di analisis dengan cara kualitatif. Hasil penelitian ialah bahwa Pertama, Peristiwa hukum berupa perjanjian kerjasama investasi financing yang dilakukan secara lisan antara Lumbanraja dan Hutabalian (PT. Arya Meika Trans) telah memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata dan Pasal 1320 KUH Perdata sebagai sebuah syarat dari perjanjian dan telah menerapkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana Pasal 1338 KUH Perdata. Namun, penggunaan perjanjian lisan dalam sebuah kesepakatan bisnis yang memiliki detail dan materi yang lebih konkrit membuat pilihan tersebut menjadi tidak tepat. Hal ini karena pada perjanjian lisan akan sulit dalam hal pembuktiannya dan perjanjian lisan juga rentan terhadap kesalahpahaman antara para pihak yang mungkin memiliki interpretasi yang berbeda. Kedua, bahwa perjanjian kerjasama yang dibuat antara Lumbanraja dan Hutabalian telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh Hutabalian. Sebagai upaya memitigasi risiko secara hukum, maka sebuah upaya hukum secara non-litigasi dan litigasi dapat dilakukan oleh Lumbanraja. Namun, pendekatan secara non-litigasi berupa negosiasi atau mediasi seharusnya lebih diutamakan dibandingkan secara litigasi. Hal ini agar, menghindari sengketa hukum dan menjaga keberlangsungan dari kepercayaan, kedamaian dan perlindungan bagi para pihak yang sebenarnya juga telah menjalin hubungan sebagai seorang rekan selama puluhan tahun.