Government Regulation (PP) No. 24 of 2022 provides a legal framework for recognizing intellectual property as a financing collateral asset, aiming to foster innovation and growth in Indonesia's creative economy. This regulation has the potential to address key obstacles, such as limited access to financing and inadequate intellectual property protection. However, its implementation faces challenges, including limited understanding among financial institutions, a lack of standardized intellectual property valuation methods, and low awareness among business actors. This study analyzes the opportunities and challenges of implementing PP No. 24 of 2022 by comparing it with practices in Singapore, which has successfully monetized intellectual property through comprehensive regulations, institutional support, and cross-sector collaboration. The research aims to provide strategic recommendations to optimize the regulation's implementation in Indonesia. The findings reveal that Singapore excels in policy integration and the readiness of supporting infrastructure, such as credible valuation institutions and efficient registration systems. Conversely, Indonesia still requires intensive efforts in education, regulatory harmonization, and ecosystem strengthening. These conclusions underscore the necessity for Indonesia to adopt Singapore's best practices to accelerate the implementation of PP No. 24 of 2022 and enhance the competitiveness of its creative economy sector. / Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2022 memberikan landasan hukum bagi pengakuan kekayaan intelektual sebagai aset jaminan pembiayaan, bertujuan mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia. Regulasi ini berpotensi mengatasi hambatan utama, seperti keterbatasan akses pembiayaan dan perlindungan kekayaan intelektual. Namun, implementasinya menghadapi tantangan berupa rendahnya pemahaman lembaga keuangan, keterbatasan standar penilaian kekayaan intelektual, dan minimnya kesadaran pelaku usaha. Studi ini menganalisis peluang dan hambatan penerapan PP No. 24 Tahun 2022 dengan membandingkan praktik di Singapura, yang berhasil memonetisasi kekayaan intelektual melalui regulasi komprehensif, dukungan institusi, dan kolaborasi lintas sektor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi strategis untuk mengoptimalkan penerapan regulasi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Singapura lebih unggul dalam integrasi kebijakan dan kesiapan infrastruktur pendukung, seperti lembaga penilaian yang kredibel dan sistem registrasi yang efisien. Sebaliknya, Indonesia masih memerlukan upaya intensif dalam edukasi, harmonisasi regulasi, dan penguatan ekosistem pendukung. Kesimpulan ini menegaskan perlunya adopsi praktik terbaik Singapura untuk mempercepat implementasi PP No. 24 Tahun 2022 dan meningkatkan daya saing sektor ekonomi kreatif di Indonesia.