Tipologi Joglo Lawakan merupakan bangunan Joglo yang paling sering dijumpai dibandingkan dengan tipologi lainnya. Joglo tersebut biasa difungsikan sebagai rumah tinggal, rumah makan, tempat ibadah, tempat tari dan lain-lain. Hal tersebut bermasalah karena tektonika Joglo memiliki bentuk dan nilai-nilai filosofi yang tidak memiliki relasi dengan fungsi-fungsi tersebut, membuat relasi antara bangunan dengan manusia tidak harmonis. Fenomena tersebut terjadi pada Joglo Siraman yang terletak pada Gunung Kidul, Yogyakarta, yang awal mulanya merupakan rumah tinggal, yang kemudian direlokasi dan dialihkan fungsi menjadi tempat tari. Tujuan penelitian ini adalah membuat keharmonisan antara bangunan dengan fungsi bangunan. Perlu adanya ekspresi bangunan maupun nilai yang memiliki relasi dengan fungsi. Bagaimana filosofi Jawa yang memiliki relasi dengan fungsi bangunan, dapat diimplementasikan pada tektonika agar menciptakan suasana yang harmonis. Metode penelitian dilakukan dengan studi literatur mempelajari filosofi-filosofi Jawa beserta tektonika Joglo dan observasi lapangan, mempelajari dan mengambil data tektonika, dimensi, konstruksi, serta relokasi Joglo Siraman. Hasil penelitian ini adalah Banyan Cultural Centre, bangunan tempat tari yang desainnya baik, penataan, bentuk, maupun programnya didesain atas dasar filosofi Jawa. Agar dapat menciptakan keharmonisan antara bangunan dengan penghuninya, perubahan atau penyesuaian pada tektonika Joglo Siraman dapat dilakukan dengan menambahkan struktur baru yang menyesuaikan fungsi. Agar tercipta suasana yang harmonis, perlu diketahui fungsi dari Joglo terlebih dahulu, kemudian struktur dapat menyesuaikan kebutuhan fungsi. / The Joglo Lawakan typology is the most commonly encountered type of Joglo structure compared to other typologies. This type of Joglo is typically used as a residence, restaurant, place of worship, dance venue, and more. However, this is problematic because the tectonics of the Joglo have forms and philosophical values that do not relate to these functions, resulting in a disharmony between the building and its users. This phenomenon can be seen in the Joglo Siraman located in Gunung Kidul, Yogyakarta, which was originally a residence but was later relocated and repurposed as a dance venue. The aim of this research is to create harmony between the building and its function. There needs to be an expression of the building and values that relate to its function. The research examines how Javanese philosophy, which relates to the building's function, can be implemented in its tectonics to create a harmonious atmosphere. The research method involves a literature study of Javanese philosophies and Joglo tectonics, as well as field observations, studying and collecting data on the tectonics, dimensions, construction, and relocation of Joglo Siraman. The result of this research is the Banyan Cultural Centre, a dance venue whose design, layout, form, and program are based on Javanese philosophy. To create harmony between the building and its users, changes or adjustments to the Joglo Siraman's tectonics can be made by adding new structures that align with its function. To achieve a harmonious atmosphere, the function of the Joglo must first be understood, then the structure can be adjusted to meet the functional needs.