Penelitian ini mengkaji upaya penanganan ancaman kesejahteraan pengungsi di Jakarta selama 2022–2024 dengan menyoroti ancaman kesejahteraan para pengungsi serta kolaborasi pemerintah dan aktor nonnegara. Banyak pengungsi dari Afghanistan, Somalia, Myanmar, Irak, Sudan, dan Yaman datang ke Indonesia akibat konflik, perang, pelanggaran HAM, persekusi, dan diskriminasi di negara asal mereka, serta posisi strategis Indonesia sebagai negara transit. Berlandaskan teori neoliberalisme, penelitian ini menggunakan konsep kerja sama internasional, pengungsi, dan hak asasi manusia untuk memahami isu ini. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, data primer diperoleh melalui wawancara dengan pengungsi, UNHCR, dan SUAKA, serta observasi lapangan. Data sekunder berasal dari studi literatur dan dokumen resmi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungsi di Jakarta menghadapi tantangan besar, termasuk akses terbatas terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan, serta ketidakpastian status hukum. Bantuan yang diberikan oleh UNHCR dan IOM mencakup tunjangan bulanan, layanan medis, dan perumahan komunitas, namun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka secara menyeluruh. Kolaborasi antara pemerintah Indonesia dengan UNHCR dan IOM difokuskan pada pemberian bantuan kemanusiaan, advokasi kebijakan, serta upaya resettlement ke negara ketiga. Selain itu, organisasi nonpemerintah seperti SUAKA dan JRS Indonesia berperan penting dalam pemberdayaan hukum dan advokasi bagi pengungsi. Kesimpulannya, kolaborasi antara pemerintah, organisasi internasional, dan NGO sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan pengungsi. Namun, keterbatasan sumber daya dan regulasi domestik yang belum memadai menjadi hambatan utama. Penelitian ini merekomendasikan peningkatan kerja sama lintas sektor dan perumusan kebijakan nasional yang lebih inklusif untuk menjamin hak-hak dasar pengungsi. / This research explores how the welfare of refugees in Jakarta was addressed from 2022–2024, focusing on the challenges refugees face and the collaboration between the government and non-state actors. Many refugees from countries like Afghanistan, Somalia, Myanmar, Iraq, Sudan, and Yemen have come to Indonesia due to conflict, war, human rights violations, persecution, and discrimination in their home countries. Indonesia’s strategic position as a transit country also plays a role in attracting refugees. Using a neoliberalism theory framework, the study applies concepts of international cooperation, refugees, and human rights to better understand the issue. A qualitative descriptive approach was used, with primary data collected through interviews with refugees, UNHCR, and SUAKA, as well as field observations. Secondary data came from literature reviews and official documents. The findings reveal that refugees in Jakarta face significant challenges, including limited access to education, employment, and healthcare, along with uncertainty about their legal status. Support from UNHCR and IOM includes monthly allowances, medical services, and community housing, but these efforts fall short of meeting all their needs. Collaboration between the Indonesian government, UNHCR, and IOM focuses on humanitarian aid, policy advocacy, and resettlement efforts to third countries. NGOs like SUAKA and JRS Indonesia also play key roles in legal empowerment and advocacy for refugees. As conclusion, collaboration between the government, international organizations, and NGOs is essential to improve refugee welfare. However, limited resources and inadequate domestic regulations remain major obstacles. This study recommends stronger cross-sector cooperation and the development of more inclusive national policies to ensure refugees’ basic rights are protected.