Sebagai salah satu produsen nanas terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menghasilkan limbah pasca-panen dalam jumlah besar setiap tahunnya—salah satunya adalah daun nanas yang sering dibuang atau dibakar, sehingga menyebabkan polusi udara yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di masyarakat. Oleh karena itu, praktik pengelolaan limbah pertanian yang sustainable sangat diperlukan. Penelitian ini mengeksplorasi potensi serat daun nanas yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, dengan merekonstruksi persepsi material ini dari sekadar limbah pertanian menjadi bahan alami sustainable untuk desain furnitur. Melalui pendekatan berbasis material yang berpusat pada keterampilan kriya, serat daun nanas diproses menggunakan zat basa (Na₂CO₃) dan teknik pembuatan kertas untuk menghasilkan strip non-woven yang kuat. Strip ini kemudian dianyam secara manual menjadi dudukan bangku, menonjolkan kekuatan serta kekayaan tekstur alami dari material tersebut. Berdasarkan ulasan pengguna, material serat daun nanas menunjukkan kekuatan yang sangat baik secara struktural, dan tekstur organik yang khas—memberikan narasi baru mengenai bagaimana desain sustainable. Penelitian ini membuktikan bahwa keterampilan kriya yang sederhana dan pendekatan teknologi sederhana mampu mengangkat limbah pertanian menjadi material yang layak untuk desain. Studi ini menyimpulkan bahwa serat daun nanas memiliki potensi menjanjikan sebagai material berkelanjutan yang bersumber dari limbah pertanian lokal, dengan kemungkinan pengembangan pada UMKM. Meskipun hasil saat ini telah membuktikan kekuatan dan karakteristik materialnya, pengembangan lebih lanjut masih terbuka luas—menawarkan peluang eksplorasi dan aplikasi baru yang menggabungkan kriya, fungsionalitas, dan inovasi material dalam desain produk yang sustainable./As one of the largest pineapple producers in Southeast Asia, Indonesia generates a vast amount of post-harvest waste every year–one of which is pineapple leaves that are often discarded and burned, causing air pollution that leads to increased number of Acute Respiratory Tract Infection in the community. Therefore, a sustainable agro-waste management practices is needed. This research explores the untapped potential of Pineapple Leaf Fiber (PALF), reframing it from mere agricultural waste into a sustainable, bio-based material for furniture design. Through a material-driven methodology centered on craftmanship, PALF was treated with alkali (Na₂CO₃) and processed using papermaking techniques to produce strong non-woven PALF strips. These strips were then handwoven into a seating surface and integrated into a stool, highlighting both the strength and tangible richness of the material. Through user reviews, the PALF material was found to exhibit excellent tensile strength, structural reliability, and a distinct organic texture–offering a new narrative of how sustainable design can be materially expressive and emotionally engaging. This research demonstrates how humble craftmanship and low-tech interventions could elevate agricultural waste into a design-viable material. This study concludes that PALF holds promising potential as a sustainable material sourced from local agricultural waste, with great scalable potential in local communities. While current results validate its strength and character, further development of the material remains an open field, offering abundant opportunities for further exploration and application, that intersects craft, functionality and material innovation in the landscape of sustainable product design.