This study aims to analyze the relationship between self-regulation and rejection sensitivity (RS) in young adult individuals who want to be in a romantic relationship and have experienced rejection. Using a cross-sectional design, this study involved 217 young adult participants who filled out an online questionnaire containing an Indonesian adaptation of the Short Self-Regulation Questionnaire (SSRQ) and Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ) measuring tools. The results of the study showed that there was a significant negative correlation (r = -0.406, p < .001) between the two variables. The result of this study shows that if individuals have a high level of self-regulation, they will have a lower level of rejection sensitivity. The discussion highlights the implications of these findings in the context of young adult development and the role of self-regulation in mitigating destructive reactions to romantic rejection/Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara regulasi diri dan rejection sensitivity (RS) pada individu dewasa muda yang ingin menjalin hubungan romantis dan pernah mengalami penolakan. Menggunakan desain cross-sectional, penelitian ini melibatkan 217 partisipan dewasa muda yang mengisi kuesioner secara daring yang berisi adaptasi bahasa Indonesia dari alat ukur Short Self-Regulation Questionnaire (SSRQ) dan Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ). Pada hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya korelasi negatif yang signifikan (r = -0.406, p < .001) antara kedua variabel tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika individu memiliki tingkatan regulasi diri yang tinggi, semakin rendah rejection sensitivity yang dimilikinya. Diskusi menyoroti implikasi temuan ini dalam konteks perkembangan dewasa muda dan peran regulasi diri dalam memitigasi rekasi destruktif terhadap penolakan romantis.