Perkembangan teknologi memaksa masyarakat Indonesia untuk beradaptasi dan terbuka pada perubahan. Perubahan tersebut pada prinsipnya harus diimbangi dengan perkembangan hukum, namun nyatanya hukum terus mengalami ketertinggalan, sehingga berdampak pada profesi hukum, khususnya bidang kenotariatan. Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan wewenang dalam membuat akta otentik dan beberapa kewenangan lainnya, dipaksa melaksanakan kewenangannya dengan cara yang semula konvensional menjadi serba online. Oleh karena itu, muncul isu mengenai Cyber Notary. Konsep maupun definisi dari Cyber Notary dalam peraturan perundang-undangan, terutama dalam UUJN, tidak mengatur dan menyebut apa yang dimaksud dengan Cyber Notary, namun dalam Penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN disebutkan mengenai Cyber Notary tetapi tidak dijelaskan mengenai konsep dan definisi mengenai hal tersebut. Penerapan Konsep Cyber Notary dapat dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Namun dari seluruh peraturan perundang-undangan tersebut belum ada yang mengatur dan menyebutkan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan Cyber Notary dan bagaimana konsepnya, sehingga menimbulkan resiko dalam penerapannya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik studi kepustakaan. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum memiliki definisi maupun pemahaman yang ”satu suara” mengenai Konsep Cyber Notary, sehingga masing-masing masih menginterpretasikannya dengan cara dan perspektif yang berbeda. Belum adanya definisi yang jelas mengenai Konsep Cyber Notary menyebabkan timbulnya resiko ketidakpastian hukum terkait pelaksanaan Cyber Notary. / Technological developments forced Indonesian people to adapt and be open to change. In principle, these changes must be balanced with legal developments, but in reality the law continues to lag behind, so that it has an impact on the legal profession, especially in the notarial sector. Notaries as public officials who are given authority in making authentic deeds and several other authorities, are forced to exercise their authority in what was originally conventional way to be completely online. Therefore, issues arise regarding Cyber Notary. The concept and definition of Cyber Notary in statutory regulations, especially in UUJN, does not regulate and mention what is meant by Cyber Notary, but in the Elucidation of Article 15 paragraph (3) of the UUJN it is mentioned about Cyber Notary but it does not explain the concept and definition regarding the. The application of the Cyber Notary Concept can be seen from various laws and regulations in force in Indonesia. However, of all the laws and regulations, there is no one that regulates and mentions the definition of what is meant by Cyber Notary and how the concept is, thus creating a risk in its application. This study uses a normative juridical method with a statutory approach. The nature of the research is analytical descriptive with the technique of collecting data using literature study techniques. From the results of this research, it can be concluded that Indonesia does not yet have a "one voice" definition or understanding of the Cyber Notary Concept, so that each of them still interprets it in different ways and perspectives. The absence of a clear definition of the concept of Cyber Notary raises the risk of legal uncertainty related to the implementation of Cyber Notary.