Menjalankan dan melaksanakan tugas kewajiban dari seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah atau disebut PPAT memberikan tantangan yang cukup luas setiap harinya, dari para pihak yaitu Warga Negara Indonesia yang telah mengetahui proses pembuatan suatu akta otentik hingga kepada warga yang tidak memahami proses untuk dilakukannya pembuatan suatu akta otentik. PPAT merupakan pejabat umum yang mewakilkan pemerintah Indonesia dalam hal urusan pertanahan yang ada di Indonesia. Harapan dalam penelitian ini dapat memberikan solusi dari masalah yang dihadapi dalam hal tanggung jawab hukum PPAT atas akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu penghadap serta kedudukan akta yang dibuat oleh PPAT berdasarkan keterangan palsu penghadap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode Normatif-Empiris dengan menggunakan data primer dalam hal peraturan perundang-undangan yang berlaku serta data sekunder dalam menggunakan Putusan dan Penetapan Pengadilan disertai dengan wawancara dengan narasumber terkait. Berdasarkan hasil penelitian beserta Analisa yang dilakukan oleh penulis, bahwa tanggung jawab PPAT memiliki sifat prinsip kehati-hatian yang dipegang erat oleh pejabat umum dan akta otentik yang dibuat berdasarkan keterangan palsu dari penghadap tetap berlaku selama belum adanya putusan pengadilan yang membatalkan, namun jika terbukti bahwa keterangan penghadap palsu maka secara otomatis batal demi hukum. Untuk mengantisipasi hal-hal diatas, PPAT diperlukan meningkatkan kemampuan dan melatih dalam hal melakukan pemeriksaan kebenaran formil dalam hal dokumen palsu dan pernyataan palsu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan hingga menjalankan profesinya berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai PPAT / Carrying out and performing the duties and obligations of Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) presents significant daily challenges, ranging from dealing with Indonesian citizens who are already familiar with the process of drafting an authentic deed, to those who have little to no understanding of such procedures. The PPAT is a public official who represents the Government of Indonesia in matters relating to land affairs in the country. This research aims to provide solutions to issues concerning the legal responsibility of a PPAT for deeds drawn up based on false statements made by the appearing parties, as well as the legal standing of such deeds. The method used in this study is a Normative-Empirical approach, utilizing primary data in the form of applicable legislation and secondary data from court decisions and rulings, complemented by interviews with relevant sources. Based on the research findings and the analysis conducted by the author, the legal responsibility of a PPAT is inherently based on the principle of due diligence, which is firmly upheld by public officials. An authentic deed that is based on false statements by the appearing parties remains legally valid until a court decision declares it null and void. However, if it is proven that the statements were false, the deed is automatically null and void by law. To anticipate such issues, it is essential for PPAT to enhance their skills and receive training, particularly in verifying the formal validity of documents and statements, in order to prevent undesirable legal consequences and to ensure their professional duties are carried out in accordance with the laws and regulations governing PPAT.