Perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan generatif (Generative Artificial Intelligence/GAI) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai bidang, termasuk dalam proses penerjemahan. GAI memungkinkan penciptaan terjemahan secara otomatis dan efisien, namun sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum terkait status hak cipta dari hasil terjemahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk ketidakpastian hukum atas hak cipta terhadap terjemahan yang dihasilkan oleh GAI serta merumuskan konsepsi pengaturan hukum yang ideal untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat, baik pencipta pengguna GAI, pencipta yang tidak menggunakan GAI, serta pengembang GAI. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif-empiris dengan studi perbandingan hukum internasional dan wawancara dengan praktisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Indonesia belum mampu mengakomodasi perkembangan teknologi GAI, terutama dalam aspek identifikasi pencipta dan pemegang hak cipta. Diperlukan pembaruan kerangka hukum yang mencakup konsep baru kepemilikan hak cipta terhadap ciptaan yang dihasilkan secara parsial atau penuh oleh teknologi AI, serta mekanisme perlindungan hukum preventif dan represif untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan hak-hak pencipta. / The rapid development of generative artificial intelligence (GAI) technology has brought significant changes in various fields, including the translation process. GAI enables the creation of translations automatically and efficiently, but at the same time creates legal uncertainty regarding the copyright status of the translation results. This study aims to examine the form of legal uncertainty over copyright for translations produced by GAI and to formulate the concept of ideal legal regulations to provide protection and legal certainty for the parties involved, both creators who use GAI, creators who do not use GAI, and GAI developers. The research method used is a normative-empirical approach with a comparative study of international law and interviews with practitioners. The results of the study indicate that Law Number 28 of 2014 concerning Copyright in Indonesia has not been able to accommodate the development of GAI technology, especially in the aspect of identifying creators and copyright holders. There is a need for an updated legal framework that includes a new concept of copyright ownership of works partially or fully generated by AI technology, as well as preventive and repressive legal protection mechanisms to maintain a balance between technological progress and creators' rights.