Penelitian ini mengkaji perlindungan hukum bagi debitur pinjaman online di Indonesia. Penelitian ini membahas dua permasalahan utama, yaitu peran negara dalam melindungi hak-hak debitur dan penerapan aspek perlindungan hukum bagi debitur yang mengalami permasalahan pada pinjaman online. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif serta wawancara mendalam dengan narasumber relevan, penelitian ini menemukan bahwa kerangka regulasi telah dibentuk melalui POJK 77/2016 hingga POJK 40/2024, UU ITE, PP PSTE, UU PK, dan UU PDP. Penelitian ini menemukan bahwa implementasin peraturan terserbut masih menghadapi tantangan seperti lemahnya penegakan hukum, celah hukum bagi platform ilegal, migrasi entitas bermasalah, dan rendahnya literasi keuangan masyarakat. Secara khusus, terdapat gugatan warga (citizen lawsuit) yang ditujukan kepada pejabat tinggi negara, termasuk Presiden dan Ketua DPR, yang diproses di berbagai pengadilan di Indonesia terkait permasalahan pinjaman online. Mekanisme seperti LAPS, BPSK, dan mediasi internal menunjukkan kemajuan, namun masih terbatas karena kurangnya sosialisasi, kapasitas mediator, dan akses terhadap bantuan hukum. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun negara telah hadir, pengawasan, penegakan hukum, literasi keuangan, dan perlindungan HAM bagi para debitur perlu diperkuat secara nyata di lapangan, sehingga aktivitas pinjam meminjam dana berbasis teknologi informasi dapat mengutungkan bagi pihak penyelenggara yang legal dan juga bagi debitur. / This research examines the legal protection available to debtors in online lending (fintech) in Indonesia. It focuses on two core issues: the role of the state in safeguarding debtors’ rights and the implementation of legal protection for debtors facing problems in online loans. Utilizing a normative juridical approach and in-depth interviews with relevant sources, the study finds that the regulatory framework has been established through POJK 77/2016 to POJK 40/2024, the ITE Law, PP PSTE, PK Law, and PDP Law. However, implementation remains challenged by weak law enforcement, legal loopholes exploited by illegal platforms, migration of problematic entities, and low public financial literacy. Notably, citizen lawsuits have been filed against high-ranking officials, including the President and the Speaker of the House, across various courts in Indonesia. While mechanisms such as LAPS, BPSK, and internal mediation show progress, limitations persist due to insufficient outreach, mediator capacity, and access to legal aid. The study concludes that although the state has taken steps, enforcement, oversight, public literacy, and human rights protections must be further strengthened to ensure online lending benefits both licensed platforms and debtors.