Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh Abidzar Al Ghifari memicu pemboikotan terhadap film A Business Proposal versi Indonesia dari perspektif cancel culture. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan data yang diperoleh melalui kajian media daring dan media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan Abidzar yang dinilai merendahkan penggemar K-Drama dan pengguna aplikasi kencan telah memicu respons negatif dari publik berupa ajakan boikot terhadap film yang dibintanginya. Fenomena ini dianalisis menggunakan teori semiotika Roland Barthes yang membagi makna menjadi tiga lapisan: denotasi, konotasi, dan mitos. Cancel culture dalam konteks ini muncul sebagai bentuk sanksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat digital untuk menuntut pertanggungjawaban moral dari figur publik. Boikot terhadap film menjadi simbol dari pergeseran nilai konsumsi media, di mana penonton kini menilai produk hiburan tidak hanya dari sisi estetika, tetapi juga dari etika dan perilaku individu yang terlibat di dalamnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa cancel cultureberperan sebagai bentuk kontrol sosial baru yang mencerminkan kepekaan moral publik terhadap tokoh publik, namun juga menimbulkan perdebatan tentang batas antara kritik dan penghukuman sosial di era digital. / This study aims to determine how the controversial statement made by Abidzar Al Ghifari triggered a boycott of the Indonesian version of the film A Business Proposal from the perspective of cancel culture. This study uses a descriptive qualitative approach with data obtained through online media and social media studies. The results of the study show that Abidzar's statement, which is considered to be demeaning to K-Drama fans and dating app users, has triggered a negative response from the public in the form of a call to boycott the film he starred in. This phenomenon is analyzed using Roland Barthes' semiotic theory which divides meaning into three layers: denotation, connotation, and myth. Cancel culture in this context appears as a form of social sanction carried out by the digital community to demand moral accountability from public figures. Boycotting films is a symbol of the shift in media consumption values, where audiences now judge entertainment products not only from an aesthetic perspective, but also from the ethics and behavior of the individuals involved in them. This study shows that cancel culture acts as a new form of social control that reflects the public's moral sensitivity to public figures, but also raises debate about the boundaries between criticism and social punishment in the digital era.