Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penerapan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan desa wisata berbasis komunitas antara Desa Wisata Liang Ndara dan Desa Wisata Tiworiwu, di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua desa memiliki karakteristik budaya yang kuat sebagai daya tarik utama serta latar belakang agraris yang serupa, namun berada dalam kondisi dan tahapan pengembangan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan desain studi komparatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, serta studi dokumentasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan empat pilar keberlanjutan dalam Permenparekraf No. 9 Tahun 2021, yaitu pengelolaan berkelanjutan, keberlanjutan sosial-ekonomi, keberlanjutan budaya, dan keberlanjutan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun belum memiliki tingkat pemahaman masyarakat terhadap konsep Keberlanjutan, Desa Wisata Tiworiwu menunjukkan praktik pengelolaan yang partisipatif dan berbasis nilai-nilai lokal, seperti gotong royong, transparansi, dan musyawarah. Sebaliknya, Desa Liang Ndara menghadapi tantangan dalam keberlanjutan pengelolaan, seperti menurunnya partisipasi masyarakat, konflik internal, serta distribusi manfaat ekonomi yang belum merata. Temuan ini mencerminkan adanya perbedaan dalam implementasi prinsip keberlanjutan di tingkat lokal yang dipengaruhi oleh dinamika sosial dan kapasitas kelembagaan masing-masing desa. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip keberlanjutan yang berbasis nilai lokal, penguatan kelembagaan desa, dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan merupakan best practices yang dapat diterapkan untuk pengembangan desa wisata lainnya di Indonesia. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi strategis dalam bentuk edukasi, penguatan kelembagaan, pengelolaan desa wisata berbasis komunitas, serta pendekatan pentahelix untuk mewujudkan desa wisata yang inklusif dan berkelanjutan. / This research aims to compare the implementation of sustainability principles in the community-based tourism management of Liang Ndara Tourism Village and Tiworiwu Tourism Village in East Nusa Tenggara Province. Both villages share a strong cultural character as their main attraction and have similar agrarian backgrounds, yet they are at different stages of tourism development. The research employs a qualitative-descriptive approach with a comparative case study design. Data were collected through observation, in-depth interviews, and document analysis, and then analyzed using the four pillars of sustainability outlined in the Regulation of the Ministry of Tourism and Creative Economy (Permenparekraf) No. 9 of 2021: sustainable management, socio-economic sustainability, cultural sustainability, and environmental sustainability. The findings reveal that despite the community’s limited formal understanding of sustainability concepts, Tiworiwu Tourism Village demonstrates participatory and locally rooted management practices, including mutual cooperation (gotong royong), transparency, and inclusive decision-making. Conversely, Liang Ndara Tourism Village faces challenges in sustainable governance, such as declining community participation, internal conflicts, and uneven distribution of economic benefits. These findings highlight differences in the local implementation of sustainability principles, influenced by social dynamics and institutional capacity in each village. The study concludes that locally grounded sustainability practices, institutional strengthening, and multi-stakeholder collaboration represent best practices that can be adapted for the development of other tourism villages in Indonesia. Strategic recommendations include community education, institutional empowerment, community-based tourism management, and the application of the pentahelix model to support inclusive and sustainable tourism development.