Begal adalah tindak pidana yang disertai atau tidak disertai dengan senjata untuk merampas hak milik orang lain secara paksa. Kasus begal di kota Medan sebagai sebuah tindak pidana telah menjauhkan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana prosedur pengambilan Keputusan tembak di tempat terhadap pelaku tindak pidana menurut Undang-Undang Kepolisian sebagai bagian dari kebijakan kriminologi. Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan tembak di tempat dalam penganganan kasus begal di kota medan telah mematuhi prinsipprinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji teks-teks hukum, Undang-Undang dan pemikiran hukum dari berbagai sumber yang relevan yang disertai dengan data sekunder dan tersier untuk menganalisis kesesuaian penerapan tembak di tembak terhadap pelaku begal dengan peraturan dan HAM. Teknis analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian dan analisis penelitian ini menemukan bahwa tindakan tembak di tempat adalah tindakan yang sah secara hukum namun efektivitas kebijakan tembak di tempat dalam menekan kejahatan masih diperdebatkan. Meski ada laporan penurunan kasus begal, tidak ada bukti kuat bahwa kebijakan ini merupakan solusi jangka panjang. Faktor seperti kemiskinan, pengangguran, serta lemahnya sistem peradilan dan pengawasan juga berkontribusi terhadap meningkatnya kriminalitas. Selain itu, melihat masih buruknya track record dari instansi kepolisian dalam penggunaan kekuatan senjata api, maka kebijakan ini belum bijak untuk dijalankan. Untuk bisa menjalankan tindakan tembak di tempat maka kebijakan ini harus diterapkan secara selektif dengan pengawasan ketat sesuai prinsip HAM. Selain tindakan represif, diperlukan pendekatan komprehensif seperti pemberdayaan ekonomi, edukasi hukum, peningkatan patroli, dan reformasi sistem peradilan untuk solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan. / This research aims to examine the decision-making procedures of "shoot on sight" actions against criminal offenders under the Police Law as part of criminological policy. The second objective is to assess whether the implementation of such actions in handling street robbery (begal) cases in Medan complies with the principles of Human Rights as guaranteed in Law No. 39 of 1999 on Human Rights. This study employs a normative legal research method by analyzing legal texts, statutory regulations, and legal thought from relevant sources, supported by a statute approach to evaluate the conformity of shoot-on-sight practices with applicable laws and human rights standards. The data were analyzed qualitatively through a library research approach. The findings reveal that while shoot-on-sight actions are legally permitted, their effectiveness in reducing crime remains debatable. Although some reports indicate a decline in begal cases, there is insufficient evidence to prove this policy offers a sustainable long-term solution. Contributing factors such as poverty, unemployment, and weaknesses in the judicial and oversight systems further drive the rise in criminality. Moreover, due to the poor track record of law enforcement in the responsible use of firearms, the implementation of this policy is not yet considered prudent. Therefore, such measures must be applied selectively and under strict supervision, in accordance with human rights principles. In addition to repressive actions, a more comprehensive approach—such as economic empowerment, legal education, increased patrolling, and judicial reform—is needed to achieve more effective and sustainable crime prevention.