Penelitian ini mengkaji fenomena cancel culture terhadap aktor Kim Soo Hyun di media sosial dalam komunitas penggemar Hallyu di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam terhadap delapan informan, penelitian ini menemukan bahwa praktik cancel culture di era digital tidak sekadar menjadi ekspresi kekecewaan individu, melainkan telah berkembang menjadi mekanisme kontrol sosial kolektif. Media sosial seperti Twitter, Instagram, dan TikTok menjadi kanal utama dalam mendistribusikan informasi, membentuk opini, dan mengoordinasi aksi pembatalan secara cepat dan masif. Nilai-nilai moral serta norma komunitas fandom menjadi acuan dalam menentukan respons terhadap perilaku figur publik. Selain itu, konstruksi sosial terhadap moralitas artis juga dipengaruhi oleh diskusi, negosiasi, dan konsensus yang terbentuk di ruang daring. Penelitian ini menyoroti pentingnya literasi digital dan sikap kritis dalam menghadapi praktik cancel culture, agar tidak terjebak dalam perilaku mob justice. Temuan ini memberikan kontribusi bagi pengembangan kajian komunikasi, budaya populer, dan media digital, khususnya dalam memahami peran komunitas daring sebagai agen kontrol sosial di tengah globalisasi budaya. / This study examines the phenomenon of cancel culture targeting actor Kim Soo Hyun on social media within the Hallyu fan community in Indonesia. Using a qualitative approach and in-depth interviews with eight informants, the study finds that cancel culture practices in the digital era are no longer merely expressions of individual disappointment but have evolved into mechanisms of collective social control. Social media platforms such as Twitter, Instagram, and TikTok serve as the main channels for distributing information, shaping opinions, and coordinating boycott actions rapidly and on a massive scale. Moral values and fandom community norms become the primary reference points in determining responses to public figures’ behavior. Furthermore, the social construction of an artist’s morality is influenced by discussions, negotiations, and consensus formed in online spaces. This study highlights the importance of digital literacy and critical awareness in engaging with cancel culture practices to avoid falling into acts of mob justice. The findings contribute to the development of studies in communication, popular culture, and digital media, particularly in understanding the role of online communities as agents of social control amid cultural globalization.